PASRAH

PASRAH
KUPU-KUPU

Rabu, 09 Juni 2010

MENJADI GURU PROFESIONAL DALAM PERSPEKTIF PEMBELAJARAN

Menjadi Guru Profesional Dalam Perspektif Pembelajaran
MENJADI GURU PROFESIONAL
DALAM PERSPEKTIF PEMBELAJARAN
Oleh : Tikwan*) dan Marsito**)
A. Pendahuluan.
Tidaklah berlebihan jika beberapa komponen masyarakat bergembira terlebih kalangan guru dengan disyahkannya UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD). Karena undang-undang tersebut memberi gambaran arah paradigma baru dunia pendidikan. Bagi guru, memberi perhatian dan perlindungan khusus terhadap mutu dan kesejahteraannya. Sehingga kelak seolah tidak lagi seperti yang di analogikan Iwan Fals sebagai “Umar Bakri”. Dalam dunia pendidikan bahwa pertimbangan disyahkannya undang-undang tersebut untuk peningkatan mutu guru demi menjamin peningkatan mutu pendidikan. Harapan peningkatan mutu dan kesejahteraan guru inilah yang membuat orang berharap akan peningkatan mutu pendidikan melalui UUGD tersebut.
Perlu dipahami bahwa undang-undang tersebut bukanlah semata-mata memberikan kesejahteraan bagi guru. Pasal 16 menyebutkan bahwa guru yang memiliki sertifikat pendidiklah yang berhak mendapat tunjangan profesi sebesar satu kali gaji pokok. Selain itu, UUGD merupakan bagian dari kebijakan pendidikan secara utuh. Tujuan akhir dari UUGD adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan, bukan berhenti pada peningkatan kesejahteraan guru. Mutu dan kesejahteraan guru meningkat, dengan harapan mutu pendidikan juga meningkat. Oleh karena itu, UUGD bermaksud menjamin peningkatan mutu guru sekaligus meningkatkan mutu pendidikan.
Peningkatan mutu guru yang diamanatkan UUGD, dilakukan melalui proses sertifikasi. Proses sertifikasi merupakan jaminan terhadap komponen kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajar. Pasal 8 UUGD mensyaratkan guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompotensi yang dipersyaratkan. Setelah persyaratan kualifikasi dan kompetensi dipenuhi barulah diberikan sertifikat pendidik yang disebut guru profesional, dan melekat didalamnya tunjangan profesi.
B. Kulifikasi Akademik.
Syarat menjadi guru profesional menurut perspektif UUGD adalah harus memiliki kualifikasi akademik yang sesuai, ini merupakan syarat utama. Kulifikasi akademik guru untuk satuan pendidikan TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/SMK/MA adalah minimal S1/D.IV sesuai dengan bidang tugas yang diampu guru yang bersangkutan. Guru TK harus memiliki kualifikasi akademik S1 PGTK, Guru SD harus memiliki kualifikasi akademik S1 PGSD, guru bidang studi di SMP harus memiliki kualifikasi akademik S1 sesuai dengan bidang tugas yang diampunya. Begitu seterusnya sesuai dengan jenjang, jenis, dan bidang tugas yang diampu guru untuk sampai pada kualifikasi akademik yang berpredikat profesional.
Namun, tidak jarang guru yang masih memiliki kualifikasi akademik tidak sesuai dengan bidang tugas yang diampu. Misal: sarjana agama mengampu mata pelajaran olahraga/penjaskes, sarjana ekonomi mengampu mata pelajaran Biologi, dan yang lebih parah lagi adalah lulusan SD mengajar SD (sumber: guru terpencil pada Pilgupres Nasional 2005). Permasalahan ini tentunya merupakan buah dari kurangnya perhatian kita terhadap kualitas pendidikan selama ini. Kita masih bergelut dan berpatokan pada kuantitas semata, padahal tidak selamanya kuantitas menjamin kelangsungan dan kelanggengan dalam mencapai tujuan. Uang banyak belum tentu menjamin pendidikan bermutu, akan tetapi pendidikan bermutulah yang dapat menjamin uang banyak.
Oleh karena itu, pendidikan merupakan lembaga formal yang diyakini untuk membentuk manusia bermutu, kita harus bergerak hari ini dan dari sekarang menata kembali kualifikasi akademik baik secara mandiri maupun secara organisasi. Hal ini sejalan dengan seruan Allah SWT dalam Al-Qur’an yang artinya:
Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Mujadilah ayat 11).
Surat di atas menggambarkan bahwa betapa seruan Allah agar kita berlapang-lapang dalam majelis. Secara formal, majelis yang dimaksudkan dalam perspektif UUGD adalah peningkatan dan penyesuaian kualifikasi akademik. Tuhan telah menjanjikan kelapangan bagi orang yang menuntut ilmu, dan meninggikan derajat orang-orang yang berilmu. Tidak ada manusia yang bodoh kalau mau belajar, hanya saja manusia bodoh karena tidak mau belajar.
Sebagi seorang pendidik, kita bisa memberikan pendidikan yang baik sangat ditentukan oleh pendidikan yang kita miliki. Pendidikan yang kita miliki dalam arti luas yaitu menyangkut kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional. Melalui empat kompetensi dasar inilah diharapkan dapat mendorong percepatan pencapaian tujuan pendidikan secara umum, dan tujuan pembelajaran secara lebih khusus.
C. Kompetensi Dasar Guru.
Kompotensi guru sebagaimana dijabarkan pada pasal 10 ayat 1 adalah menyangkut kompetensi pedagogik, kompetensi keperibadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Kompetensi paedagogik menyangkut kemampuan mengelola pembelajaran. Kompetensi keperibadian menyangkut kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, berwibawa, dan menjadi teladan bagi peserta didik. Kompetensi profesi menyangkut penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam. Kompetensi sosial menyangkut kemampuan guru berkomunikasi dan berinteraksi dengan peserta didik, sesama guru, wali murid dan masyarakat. Unsur-unsur kompetensi inilah yang menjadi tolok ukur yang harus dimiliki guru untuk menjadi guru profesional menurut prospektif UUGD.
Komponen-komponen kompetensi dasar guru sebagaimana termuat dalam UUGD tersebut bukanlah hal yang mudah untuk dimiliki guru. Akan tetapi memerlukan pemikiran, latihan, kerja keras, dan loyalitas yang tinggi dalam mengemban tugas profesinya sebagai pendidik. Apabila komponen-komponen tersebut harus dimiliki oleh guru, sangat wajar sekali bila diberi tunjangan profesi setara dengan satu kali gaji pokok. Proses sertifikasi tentunya dilakukan dengan mekanisme penilaian yang komprehensif. Sebab jika dikaitkan dengan pertimbangan disyahkannya UUGD tidak terlepas dari peningkatan mutu pendidikan melalui pelaksanaan pembelajaran. Dengan tujuan mutu dan kesejahteraan guru meningkat, membawa dampak pada peningkatan mutu pembelajaran.
1. Kompetensi Pedagogik.
Kompetensi paedagogik sebagaimana diuraikan di atas menyangkut kemampuan mengelola pembelajaran. Pengelolaan pembelajaran yang dimaksudkan tidak terlepas dari tugas pokok yang harus dikerjakan guru. Tugas-tugas tersebut menyangkut: Merencanakan Pembelajaran, Melaksanakan Pembelajaran, dan Menilai Hasil Pembelajaran. Selain tugas pokok dalam pengelolaan pembelajaran, guru juga melakukan Bimbingan dan latihan pada kegiatan intrakurikuler, Bimbingan dan latihan dalam kegiatan ekstrakurikuler, serta Melaksanakan Tugas Tambahan yang dimanahkan oleh lembaga pendidikan.
Merencanakan Pembelajaran yang dimaksudkan menyangkut penyusunan silabus, RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran), dan perancangan media dan alat pembelajaran yang akan digunakan. Kesemuanya itu bertujuan untuk memberikan kemudahan bagi peserta didik untuk belajar dan mempelajari berbagai kompetensi yang harus dikuasinya. Kata kunci perancangan pembelajaran (Perencanaan pembelajaran) adalah berorientasi pada kemajuan belajar peserta didik. Bukan sekedar memenuhi tuntutan pengawas atau pengelola satuan pendidikan.
Melaksanakan Pembelajaran berkaitan dengan proses tatap muka yang dilakukan oleh seorang guru di kelas secara luas. Sedikitnya dalam kegiatan pelaksanaan pembelajaran, guru melakukan kegiatan awal pembelajaran, kegiatan inti, dan kegiatan menutup pembelajaran. Kesemuanya inilah yang disebut dengan Proses Belajar Mengajar (PBM). Prose Belajar Mengajar diharapkan dapat memberikan cara terbaik untuk mendapatkan berbagai konsep yang dipelajari di dalam mata pelajaran tertentu, sehingga peserta didik dapat mengingat konsep lebih lama, dan menggunakan konsep dalam kehidupannya.
Konsekuensi dari proses pembelajaran adalah untuk keluar dari berbagai permasalahan belajar peserta didik. Bagaimana menemukan cara terbaik untuk menyampaikan berbagai konsep yang diajarkan di dalam mata pelajaran tertentu, sehingga semua siswa dapat menggunakan dan mengingatnya lebih lama konsep tersebut. Bagaimana setiap individual mata pelajaran dipahami sebagai bagian yang saling berhubungan dan membentuk satu pemahaman yang utuh. Bagaimana seorang guru dapat berkomunikasi secara efektif dengan siswanya yang selalu bertanya-tanya tentang alasan dari sesuatu, arti dari sesuatu, dan hubungan dari apa yang mereka pelajari. Bagaimana guru dapat membuka wawasan berpikir yang beragam dari siswa, sehingga mereka dapat mempelajari berbagai konsep dan mampu mengkaitkannya dengan kehidupan nyata, sehingga dapat membuka berbagai pintu kesempatan selama hidupnya.
“Tantangan yang dihadapi oleh guru setiap hari dan merupakan tantangan bagi pengembang kurikulum dan pembelajaran”.
Pengalaman belajar menunjukkan bahwa minat dan prestasi siswa dalam bidang Matematika, Sains, dan Bahasa meningkat secara drastis pada saat: Mereka dibantu untuk membangun keterkaitan antara informasi (pengetahuan) baru dengan pengalaman (pengetahuan lain) yang telah mereka miliki atau mereka kuasai. Mereka diajarkan bagaimana mereka mempelajari konsep, dan bagaimana konsep tersebut dapat dipergunakan di luar kelas. Dalam kaitan tersebut, PBM yang dikembangkan saat ini adalah PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan).
Mengapa PAKEM? Karena asumsi belajar adalah proses individual, proses sosial, menyenangkan, tak pernah berhenti, dan membangun makna. perubahan paradigma baru pendidikan dari Mengajar ke Pembelajaran (teaching-learning), dan dari Penilaian ke Perbaikan terus-menerus (Continous improvement). Proses pembelajaran yang dirancang agar mengaktifkan anak, mengembangkan kreativitas sehingga efektif namun tetap menyenangkan. Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif/bermakna yang mampu memberikan siswa keterampilan, pengetahuan, dan sikap untuk hidup.
CIRI-CIRI pmbelajaran yang baik adalah: Multi metode, Multi media, Praktik dan bekerja dalam Tim, Memanfaatkan lingkungan sekolah, dan Multi Aspek (Logika, Kinestik, Estetika, Etika). Melatih kebiasaan yang mengarah pada 6 K (Kebersihan, keindahan, kerindangan, ketertiban, keamanan, kekeluargaan). Suasana belajar dan pembelajaran hendaknya menyenangkan, mengasyikan, mencerdaskan, dan menguatkan.
2. Kompetensi Kepribadian.
Kompetensi keperibadian menyangkut kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, berwibawa, dan menjadi teladan bagi peserta didik. Pendidikan dipahami sebagai suatu organisasi yang esensinya adalah mendidik. Segala perilaku di dalamnya merupakan kegiatan yang menyangkut pembentukan karakter. Perubahan perilaku ke arah yang lebih baik merupakan tugas utama organisasi pendidikan. Intinya adalah personil pendidikan harus mampu menjadi teladan bagi para pengikutnya.
Salah satu sudut pandang yang dianggap paling representatip saat ini ialah karakter berbasis kecerdasan. Pandangan ini mengatakan bahwa karakter paling tidak terdiri dari integritas (keutuhan) tiga kecerdasan, antara lain kecerdasan intlektual (IQ), emosional (EQ), dan spritual (SQ). Selama ini, kajian ilmu pendidikan lebih diarahkan pada pembentukan kecerdasan intlektual, khususnya dalam pembelajaran. Kecerdasan lain, dianggap sebagai nurturant effect. Prinsip seperti ini dianggap keliru. Pembalajaran harus mampu secara simultan membangun ketiganya (Manullang, 2005).
Objek formal ilmu pendidikan adalah pembentukan kepribadian atau karakter (character building). Kepribadian berupa sifat-sifat yang dimiliki seseorang, sedangkan karakter adalah sifat-sifat yang diukur dengan norma yang berlaku atau lebih bersifat normatif. Pendidikan sebagai pembentukan karakter berarti mengacu kepada prinsip kebenaran perilaku sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku di masyarakat.
3. Kompetensi Profesi.
Kompetensi profesi menyangkut penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam. Sebagai tenaga pendidik dalam bidang tertentu sudah merupakan kewajiban untuk menguasai materi yang menyangkut bidang tugas yang diampu. Apabila seorang guru tidak menguasai materi secara luas dan mendalam, bagaimana mungkin mampu memahami persoalan pembelajaran yang dihadapi di sekolah.
Oleh karena itu, untuk menjadi profesional dalam bidang tugas yang diampu harus mempelajari perkembangan pengetahuan yang berkaitan dengan hal tersebut. Ilmu berkembang dalam hitungan detik yang harus kita telusuri dan ikuti perkembangannya. Kata kunci dari pengembangan kompetensi profesi adalah minimal membaca dan memahami sejumlah buku-buku yang berkaitan dengan materi pelajaran yang diampu jika tidak mempunyai kesempatan untuk mengembangkan dan mengikuti pelatihan. Persoalan yang paling mendasar sekarang adalah minimnya pendidikan atau pelatihan yang kita ikuti ditambah lagi kurangnya minat baca di kalangan guru dan tenaga kependidikan. Berapa judul buku yang bisa anda baca dalam seminggu yang berkaitan dengan materi pelajaran yang diampu? Silahkan jawab sendiri dan simpulkan sendiri.
4. Kompetensi Sosial.
Kemampuan berkomunikasi dengan baik merupakan salah satu penentu keberhasilan seseorang dalam kehidupan. Kompetensi sosial menyangkut kemampuan guru berkomunikasi dan berinteraksi dengan peserta didik, sesama guru, wali murid dan masyarakat. Komunikasi dan interaksi yang diharapkan muncul antara guru dengan siswa berkaitan dengan interaksi yang akrab dan bersahabat. Dengan demikian diharapkan siswa/peserta didik memiki keterbukaan dengan gurunya.
Banyak permasalahan belajar yang dihadapi setiap orang, namun sedikit sekali orang yang mau memahami permasalahan belajar yang dihadapi orang lain. Akibatnya, permasalahan dihadapi sendiri, dijawab sendiri, diselesaikan sendiri, dan hasilnya juga dirasakan sendiri. Padahal, permasalahan berat akan terasa ringan jika dipikul bersama-sama dan diselesaikan bersama-sama. Oleh karena itu, kita harus mampu menciptakan kerja sama guru sebagai Team work yang kuat seperti istilah ”sapu lidi”.
Indikator-indikator intelektual, emosional, dan spritual menjadi salah satu tolok ukur dalam keberhasilan pendidikan. Indikator tersebut setidaknya menyangkut permasalahan kompetensi sosial menyangkut logis, rasional dalam membangun hubungan interaksi dalam dunia persekolahan. Memahami perasaan, kemampuan menyesuaikan diri, kesetiakawanan, keramahan, dan sikap hormat. Kasih sayang, kesabaran, kejujuran, kerjasama, rasa humor, dan tanggung jawab. Hal inilah yang sangat penting dalam menciptakan iklim sosial dalam penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran.
D. Kesimpulan dan Penutup.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa syarat menjadi guru profesional dalam perspektif pembelajaran kita harus bergerak hari ini dan dari sekarang menata kembali kualifikasi akademik baik secara mandiri maupun secara organisasi. Hal ini sejalan dengan seruan Allah SWT dalam Al-Qur’an Surat Al-Mujadilah ayat 11 yang mendorong kita untuk meningkatkan dan menyesuaikan kualifikasi akademik. Kompotensi guru sebagaimana dijabarkan pada pasal 10 ayat 1 adalah menyangkut kompetensi pedagogik, kompetensi keperibadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
Kompetensi paedagogik menyangkut kemampuan mengelola pembelajaran. Kompetensi keperibadian menyangkut kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, berwibawa, dan menjadi teladan bagi peserta didik. Kompetensi profesi menyangkut penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam. Kompetensi sosial menyangkut kemampuan guru berkomunikasi dan berinteraksi dengan peserta didik, sesama guru, wali murid dan masyarakat.
CIRI-CIRI pmbelajaran yang baik adalah: Multi metode, Multi media, Praktik dan bekerja dalam Tim, Memanfaatkan lingkungan sekolah, dan Multi Aspek (Logika, Kinestik, Estetika, Etika). Melatih kebiasaan yang mengarah pada 6 K (Kebersihan, keindahan, kerindangan, ketertiban, keamanan, kekeluargaan). Suasana belajar dan pembelajaran hendaknya menyenangkan, mengasyikan, mencerdaskan, dan menguatkan.
Semoga kita semua menjadi guru profesional, dapat meningkatkan mutu pembelajaran, yang pada akhirnya berdampak pada peningkatan mutu pendidikan. Amin.
Penulis adalah Praktisi Pendidikan Kabupaten Deli Serdang, Guru Berprestasi Sumatera Utara Tahun 2005 dan 2006).
*) Staf Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Seksi Ketenagaan
**) Guru SMA Negeri 1 Galang.
BAHAN BACAAN
Depdiknas, Balitbang. (2003). Model Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah. Jakarta : Balitbang Depdiknas.
Danim, S. (2003). Menjadi Komunitas Pembelajar : Kepemimpinan Transformasional dalam Komunitas Organisasi Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara.
Digital Al-Quran Versi.3 (DQV.3).
Locke. (1997). Esensi Kepemimpinan (terjemahan). Jakarta : Penerbit Mitra Utama.
Manullang, Belferik. (2001). Peningkatan Mutu Pendididkan Sekolah Dasar(makalah). Medan : Galang.
Manullang, Belferik. (2005). Otonomi, Kewajiban, dan Hak-Hak Guru (makalah seminar). Medan : PGRI Deli Serdang.
Robert, K.Kooper dan Ayman Sawaf. (2002). Excwcutive EQ – Kecerdasan Emosional dalam Kepemimpinan dan Organisasi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Siregar, Maju. (2008). Sertifikasi Guru. Medan: Sub Dinas Pengembangan Tenaga Kependidikan Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2003 tentang Guru dan Dosen
MENJADI GURU PROFESIONAL
DALAM PERSPEKTIF PEMBELAJARAN
Oleh : Tikwan*) dan Marsito**)
A. Pendahuluan.
Tidaklah berlebihan jika beberapa komponen masyarakat bergembira terlebih kalangan guru dengan disyahkannya UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD). Karena undang-undang tersebut memberi gambaran arah paradigma baru dunia pendidikan. Bagi guru, memberi perhatian dan perlindungan khusus terhadap mutu dan kesejahteraannya. Sehingga kelak seolah tidak lagi seperti yang di analogikan Iwan Fals sebagai “Umar Bakri”. Dalam dunia pendidikan bahwa pertimbangan disyahkannya undang-undang tersebut untuk peningkatan mutu guru demi menjamin peningkatan mutu pendidikan. Harapan peningkatan mutu dan kesejahteraan guru inilah yang membuat orang berharap akan peningkatan mutu pendidikan melalui UUGD tersebut.
Perlu dipahami bahwa undang-undang tersebut bukanlah semata-mata memberikan kesejahteraan bagi guru. Pasal 16 menyebutkan bahwa guru yang memiliki sertifikat pendidiklah yang berhak mendapat tunjangan profesi sebesar satu kali gaji pokok. Selain itu, UUGD merupakan bagian dari kebijakan pendidikan secara utuh. Tujuan akhir dari UUGD adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan, bukan berhenti pada peningkatan kesejahteraan guru. Mutu dan kesejahteraan guru meningkat, dengan harapan mutu pendidikan juga meningkat. Oleh karena itu, UUGD bermaksud menjamin peningkatan mutu guru sekaligus meningkatkan mutu pendidikan.
Peningkatan mutu guru yang diamanatkan UUGD, dilakukan melalui proses sertifikasi. Proses sertifikasi merupakan jaminan terhadap komponen kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajar. Pasal 8 UUGD mensyaratkan guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompotensi yang dipersyaratkan. Setelah persyaratan kualifikasi dan kompetensi dipenuhi barulah diberikan sertifikat pendidik yang disebut guru profesional, dan melekat didalamnya tunjangan profesi.
B. Kulifikasi Akademik.
Syarat menjadi guru profesional menurut perspektif UUGD adalah harus memiliki kualifikasi akademik yang sesuai, ini merupakan syarat utama. Kulifikasi akademik guru untuk satuan pendidikan TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/SMK/MA adalah minimal S1/D.IV sesuai dengan bidang tugas yang diampu guru yang bersangkutan. Guru TK harus memiliki kualifikasi akademik S1 PGTK, Guru SD harus memiliki kualifikasi akademik S1 PGSD, guru bidang studi di SMP harus memiliki kualifikasi akademik S1 sesuai dengan bidang tugas yang diampunya. Begitu seterusnya sesuai dengan jenjang, jenis, dan bidang tugas yang diampu guru untuk sampai pada kualifikasi akademik yang berpredikat profesional.
Namun, tidak jarang guru yang masih memiliki kualifikasi akademik tidak sesuai dengan bidang tugas yang diampu. Misal: sarjana agama mengampu mata pelajaran olahraga/penjaskes, sarjana ekonomi mengampu mata pelajaran Biologi, dan yang lebih parah lagi adalah lulusan SD mengajar SD (sumber: guru terpencil pada Pilgupres Nasional 2005). Permasalahan ini tentunya merupakan buah dari kurangnya perhatian kita terhadap kualitas pendidikan selama ini. Kita masih bergelut dan berpatokan pada kuantitas semata, padahal tidak selamanya kuantitas menjamin kelangsungan dan kelanggengan dalam mencapai tujuan. Uang banyak belum tentu menjamin pendidikan bermutu, akan tetapi pendidikan bermutulah yang dapat menjamin uang banyak.
Oleh karena itu, pendidikan merupakan lembaga formal yang diyakini untuk membentuk manusia bermutu, kita harus bergerak hari ini dan dari sekarang menata kembali kualifikasi akademik baik secara mandiri maupun secara organisasi. Hal ini sejalan dengan seruan Allah SWT dalam Al-Qur’an yang artinya:
Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Mujadilah ayat 11).
Surat di atas menggambarkan bahwa betapa seruan Allah agar kita berlapang-lapang dalam majelis. Secara formal, majelis yang dimaksudkan dalam perspektif UUGD adalah peningkatan dan penyesuaian kualifikasi akademik. Tuhan telah menjanjikan kelapangan bagi orang yang menuntut ilmu, dan meninggikan derajat orang-orang yang berilmu. Tidak ada manusia yang bodoh kalau mau belajar, hanya saja manusia bodoh karena tidak mau belajar.
Sebagi seorang pendidik, kita bisa memberikan pendidikan yang baik sangat ditentukan oleh pendidikan yang kita miliki. Pendidikan yang kita miliki dalam arti luas yaitu menyangkut kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional. Melalui empat kompetensi dasar inilah diharapkan dapat mendorong percepatan pencapaian tujuan pendidikan secara umum, dan tujuan pembelajaran secara lebih khusus.
C. Kompetensi Dasar Guru.
Kompotensi guru sebagaimana dijabarkan pada pasal 10 ayat 1 adalah menyangkut kompetensi pedagogik, kompetensi keperibadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Kompetensi paedagogik menyangkut kemampuan mengelola pembelajaran. Kompetensi keperibadian menyangkut kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, berwibawa, dan menjadi teladan bagi peserta didik. Kompetensi profesi menyangkut penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam. Kompetensi sosial menyangkut kemampuan guru berkomunikasi dan berinteraksi dengan peserta didik, sesama guru, wali murid dan masyarakat. Unsur-unsur kompetensi inilah yang menjadi tolok ukur yang harus dimiliki guru untuk menjadi guru profesional menurut prospektif UUGD.
Komponen-komponen kompetensi dasar guru sebagaimana termuat dalam UUGD tersebut bukanlah hal yang mudah untuk dimiliki guru. Akan tetapi memerlukan pemikiran, latihan, kerja keras, dan loyalitas yang tinggi dalam mengemban tugas profesinya sebagai pendidik. Apabila komponen-komponen tersebut harus dimiliki oleh guru, sangat wajar sekali bila diberi tunjangan profesi setara dengan satu kali gaji pokok. Proses sertifikasi tentunya dilakukan dengan mekanisme penilaian yang komprehensif. Sebab jika dikaitkan dengan pertimbangan disyahkannya UUGD tidak terlepas dari peningkatan mutu pendidikan melalui pelaksanaan pembelajaran. Dengan tujuan mutu dan kesejahteraan guru meningkat, membawa dampak pada peningkatan mutu pembelajaran.
1. Kompetensi Pedagogik.
Kompetensi paedagogik sebagaimana diuraikan di atas menyangkut kemampuan mengelola pembelajaran. Pengelolaan pembelajaran yang dimaksudkan tidak terlepas dari tugas pokok yang harus dikerjakan guru. Tugas-tugas tersebut menyangkut: Merencanakan Pembelajaran, Melaksanakan Pembelajaran, dan Menilai Hasil Pembelajaran. Selain tugas pokok dalam pengelolaan pembelajaran, guru juga melakukan Bimbingan dan latihan pada kegiatan intrakurikuler, Bimbingan dan latihan dalam kegiatan ekstrakurikuler, serta Melaksanakan Tugas Tambahan yang dimanahkan oleh lembaga pendidikan.
Merencanakan Pembelajaran yang dimaksudkan menyangkut penyusunan silabus, RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran), dan perancangan media dan alat pembelajaran yang akan digunakan. Kesemuanya itu bertujuan untuk memberikan kemudahan bagi peserta didik untuk belajar dan mempelajari berbagai kompetensi yang harus dikuasinya. Kata kunci perancangan pembelajaran (Perencanaan pembelajaran) adalah berorientasi pada kemajuan belajar peserta didik. Bukan sekedar memenuhi tuntutan pengawas atau pengelola satuan pendidikan.
Melaksanakan Pembelajaran berkaitan dengan proses tatap muka yang dilakukan oleh seorang guru di kelas secara luas. Sedikitnya dalam kegiatan pelaksanaan pembelajaran, guru melakukan kegiatan awal pembelajaran, kegiatan inti, dan kegiatan menutup pembelajaran. Kesemuanya inilah yang disebut dengan Proses Belajar Mengajar (PBM). Prose Belajar Mengajar diharapkan dapat memberikan cara terbaik untuk mendapatkan berbagai konsep yang dipelajari di dalam mata pelajaran tertentu, sehingga peserta didik dapat mengingat konsep lebih lama, dan menggunakan konsep dalam kehidupannya.
Konsekuensi dari proses pembelajaran adalah untuk keluar dari berbagai permasalahan belajar peserta didik. Bagaimana menemukan cara terbaik untuk menyampaikan berbagai konsep yang diajarkan di dalam mata pelajaran tertentu, sehingga semua siswa dapat menggunakan dan mengingatnya lebih lama konsep tersebut. Bagaimana setiap individual mata pelajaran dipahami sebagai bagian yang saling berhubungan dan membentuk satu pemahaman yang utuh. Bagaimana seorang guru dapat berkomunikasi secara efektif dengan siswanya yang selalu bertanya-tanya tentang alasan dari sesuatu, arti dari sesuatu, dan hubungan dari apa yang mereka pelajari. Bagaimana guru dapat membuka wawasan berpikir yang beragam dari siswa, sehingga mereka dapat mempelajari berbagai konsep dan mampu mengkaitkannya dengan kehidupan nyata, sehingga dapat membuka berbagai pintu kesempatan selama hidupnya.
“Tantangan yang dihadapi oleh guru setiap hari dan merupakan tantangan bagi pengembang kurikulum dan pembelajaran”.
Pengalaman belajar menunjukkan bahwa minat dan prestasi siswa dalam bidang Matematika, Sains, dan Bahasa meningkat secara drastis pada saat: Mereka dibantu untuk membangun keterkaitan antara informasi (pengetahuan) baru dengan pengalaman (pengetahuan lain) yang telah mereka miliki atau mereka kuasai. Mereka diajarkan bagaimana mereka mempelajari konsep, dan bagaimana konsep tersebut dapat dipergunakan di luar kelas. Dalam kaitan tersebut, PBM yang dikembangkan saat ini adalah PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan).
Mengapa PAKEM? Karena asumsi belajar adalah proses individual, proses sosial, menyenangkan, tak pernah berhenti, dan membangun makna. perubahan paradigma baru pendidikan dari Mengajar ke Pembelajaran (teaching-learning), dan dari Penilaian ke Perbaikan terus-menerus (Continous improvement). Proses pembelajaran yang dirancang agar mengaktifkan anak, mengembangkan kreativitas sehingga efektif namun tetap menyenangkan. Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif/bermakna yang mampu memberikan siswa keterampilan, pengetahuan, dan sikap untuk hidup.
CIRI-CIRI pmbelajaran yang baik adalah: Multi metode, Multi media, Praktik dan bekerja dalam Tim, Memanfaatkan lingkungan sekolah, dan Multi Aspek (Logika, Kinestik, Estetika, Etika). Melatih kebiasaan yang mengarah pada 6 K (Kebersihan, keindahan, kerindangan, ketertiban, keamanan, kekeluargaan). Suasana belajar dan pembelajaran hendaknya menyenangkan, mengasyikan, mencerdaskan, dan menguatkan.
2. Kompetensi Kepribadian.
Kompetensi keperibadian menyangkut kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, berwibawa, dan menjadi teladan bagi peserta didik. Pendidikan dipahami sebagai suatu organisasi yang esensinya adalah mendidik. Segala perilaku di dalamnya merupakan kegiatan yang menyangkut pembentukan karakter. Perubahan perilaku ke arah yang lebih baik merupakan tugas utama organisasi pendidikan. Intinya adalah personil pendidikan harus mampu menjadi teladan bagi para pengikutnya.
Salah satu sudut pandang yang dianggap paling representatip saat ini ialah karakter berbasis kecerdasan. Pandangan ini mengatakan bahwa karakter paling tidak terdiri dari integritas (keutuhan) tiga kecerdasan, antara lain kecerdasan intlektual (IQ), emosional (EQ), dan spritual (SQ). Selama ini, kajian ilmu pendidikan lebih diarahkan pada pembentukan kecerdasan intlektual, khususnya dalam pembelajaran. Kecerdasan lain, dianggap sebagai nurturant effect. Prinsip seperti ini dianggap keliru. Pembalajaran harus mampu secara simultan membangun ketiganya (Manullang, 2005).
Objek formal ilmu pendidikan adalah pembentukan kepribadian atau karakter (character building). Kepribadian berupa sifat-sifat yang dimiliki seseorang, sedangkan karakter adalah sifat-sifat yang diukur dengan norma yang berlaku atau lebih bersifat normatif. Pendidikan sebagai pembentukan karakter berarti mengacu kepada prinsip kebenaran perilaku sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku di masyarakat.
3. Kompetensi Profesi.
Kompetensi profesi menyangkut penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam. Sebagai tenaga pendidik dalam bidang tertentu sudah merupakan kewajiban untuk menguasai materi yang menyangkut bidang tugas yang diampu. Apabila seorang guru tidak menguasai materi secara luas dan mendalam, bagaimana mungkin mampu memahami persoalan pembelajaran yang dihadapi di sekolah.
Oleh karena itu, untuk menjadi profesional dalam bidang tugas yang diampu harus mempelajari perkembangan pengetahuan yang berkaitan dengan hal tersebut. Ilmu berkembang dalam hitungan detik yang harus kita telusuri dan ikuti perkembangannya. Kata kunci dari pengembangan kompetensi profesi adalah minimal membaca dan memahami sejumlah buku-buku yang berkaitan dengan materi pelajaran yang diampu jika tidak mempunyai kesempatan untuk mengembangkan dan mengikuti pelatihan. Persoalan yang paling mendasar sekarang adalah minimnya pendidikan atau pelatihan yang kita ikuti ditambah lagi kurangnya minat baca di kalangan guru dan tenaga kependidikan. Berapa judul buku yang bisa anda baca dalam seminggu yang berkaitan dengan materi pelajaran yang diampu? Silahkan jawab sendiri dan simpulkan sendiri.
4. Kompetensi Sosial.
Kemampuan berkomunikasi dengan baik merupakan salah satu penentu keberhasilan seseorang dalam kehidupan. Kompetensi sosial menyangkut kemampuan guru berkomunikasi dan berinteraksi dengan peserta didik, sesama guru, wali murid dan masyarakat. Komunikasi dan interaksi yang diharapkan muncul antara guru dengan siswa berkaitan dengan interaksi yang akrab dan bersahabat. Dengan demikian diharapkan siswa/peserta didik memiki keterbukaan dengan gurunya.
Banyak permasalahan belajar yang dihadapi setiap orang, namun sedikit sekali orang yang mau memahami permasalahan belajar yang dihadapi orang lain. Akibatnya, permasalahan dihadapi sendiri, dijawab sendiri, diselesaikan sendiri, dan hasilnya juga dirasakan sendiri. Padahal, permasalahan berat akan terasa ringan jika dipikul bersama-sama dan diselesaikan bersama-sama. Oleh karena itu, kita harus mampu menciptakan kerja sama guru sebagai Team work yang kuat seperti istilah ”sapu lidi”.
Indikator-indikator intelektual, emosional, dan spritual menjadi salah satu tolok ukur dalam keberhasilan pendidikan. Indikator tersebut setidaknya menyangkut permasalahan kompetensi sosial menyangkut logis, rasional dalam membangun hubungan interaksi dalam dunia persekolahan. Memahami perasaan, kemampuan menyesuaikan diri, kesetiakawanan, keramahan, dan sikap hormat. Kasih sayang, kesabaran, kejujuran, kerjasama, rasa humor, dan tanggung jawab. Hal inilah yang sangat penting dalam menciptakan iklim sosial dalam penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran.
D. Kesimpulan dan Penutup.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa syarat menjadi guru profesional dalam perspektif pembelajaran kita harus bergerak hari ini dan dari sekarang menata kembali kualifikasi akademik baik secara mandiri maupun secara organisasi. Hal ini sejalan dengan seruan Allah SWT dalam Al-Qur’an Surat Al-Mujadilah ayat 11 yang mendorong kita untuk meningkatkan dan menyesuaikan kualifikasi akademik. Kompotensi guru sebagaimana dijabarkan pada pasal 10 ayat 1 adalah menyangkut kompetensi pedagogik, kompetensi keperibadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
Kompetensi paedagogik menyangkut kemampuan mengelola pembelajaran. Kompetensi keperibadian menyangkut kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, berwibawa, dan menjadi teladan bagi peserta didik. Kompetensi profesi menyangkut penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam. Kompetensi sosial menyangkut kemampuan guru berkomunikasi dan berinteraksi dengan peserta didik, sesama guru, wali murid dan masyarakat.
CIRI-CIRI pmbelajaran yang baik adalah: Multi metode, Multi media, Praktik dan bekerja dalam Tim, Memanfaatkan lingkungan sekolah, dan Multi Aspek (Logika, Kinestik, Estetika, Etika). Melatih kebiasaan yang mengarah pada 6 K (Kebersihan, keindahan, kerindangan, ketertiban, keamanan, kekeluargaan). Suasana belajar dan pembelajaran hendaknya menyenangkan, mengasyikan, mencerdaskan, dan menguatkan.
Semoga kita semua menjadi guru profesional, dapat meningkatkan mutu pembelajaran, yang pada akhirnya berdampak pada peningkatan mutu pendidikan. Amin.
Penulis adalah Praktisi Pendidikan Kabupaten Deli Serdang, Guru Berprestasi Sumatera Utara Tahun 2005 dan 2006).
*) Staf Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Seksi Ketenagaan
**) Guru SMA Negeri 1 Galang.
BAHAN BACAAN
Depdiknas, Balitbang. (2003). Model Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah. Jakarta : Balitbang Depdiknas.
Danim, S. (2003). Menjadi Komunitas Pembelajar : Kepemimpinan Transformasional dalam Komunitas Organisasi Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara.
Digital Al-Quran Versi.3 (DQV.3).
Locke. (1997). Esensi Kepemimpinan (terjemahan). Jakarta : Penerbit Mitra Utama.
Manullang, Belferik. (2001). Peningkatan Mutu Pendididkan Sekolah Dasar(makalah). Medan : Galang.
Manullang, Belferik. (2005). Otonomi, Kewajiban, dan Hak-Hak Guru (makalah seminar). Medan : PGRI Deli Serdang.
Robert, K.Kooper dan Ayman Sawaf. (2002). Excwcutive EQ – Kecerdasan Emosional dalam Kepemimpinan dan Organisasi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Siregar, Maju. (2008). Sertifikasi Guru. Medan: Sub Dinas Pengembangan Tenaga Kependidikan Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2003 tentang Guru dan Dosen
« KTSP Milik Siapa ?
Perjalanan Kurikulum Di Indonesia »
Konten ini sudah di publish pada Thursday, April 9th, 2009 pada jam 07:00 dan disimpan di dalam .:Ucapan:.. Anda bisa mengikutkan beberapa respon dari konten ini melalui RSS 2.0 feed. Anda bisa meninggalkan respon, atau trackback dari website anda sendiri.
3 Respon untuk “Menjadi Guru Profesional Dalam Perspektif Pembelajaran”
1. sri jaka mengatakan:
July 14th, 2009 pada 19:56
saya tertarik tulisan bapak,mohon saya dikirim contoh tesis tentang pengelolaan pembelajaran guru bahasa indonesia rsbi
2. rizka mengatakan:
September 6th, 2009 pada 09:53
aslmalaikum,,,smoga esensi pendidikan menjadi tersatukan d tiap hati para pendidik yg nasionalis dan religi,amin.

oleh Herman R
1. Pengantar
Jabatan guru merupakan jabatan profesional yang menghendaki orang yang menjabat sebagai guru harus bekerja profesional. Bekerja dengan profesional berarti harus berbuat dengan keahlian. Sementara itu, keahlian hanya dapat diperoleh melalui pendidikan khusus, dan guru merupakan orang yang mengikuti pendidikah keahlian melalui lembaga kependidikan. Karena itu, guru dituntut memiliki keahlian mendidik yang profesional.
Buku “Profesi Kependidikan; problema, solusi, dan reformasi pendidikan di Indonesia” karangan Prof. Dr. H. Hamzah B. Uno, M.Pd., mencoba menawarkan sejumlah kegiatan bagi guru sehingga dapat dianggap sebagai sebuah profesionalitas. Tulisan ini mencoba meninjau solusi dan tawaran Uno dalam buku yang diterbitkan oleh BUMI AKSARA tersebut. Secara spesifik, tinjauan yang saya lakukan hanya pada BAB V (halaman 42-59). Pada bab ini, Uno memberi judul tulisannya, “Jabatan Profesional dan Tantangan Guru dalam Pembelajaran”.
2. Kegiatan Guru dalam Pembelajaran
Mengutip pendapat Prof. Dr. Made Pidarta, dalam bukunya “Landasan Kependidikan”, pendidik dapat diartikan secara luas dan sempit. Secara luas (universal), Pidarta menyebut pendidik sebagai semua orang yang mempunyai kewajiban mendidik anak, sedangkan dalam arti sempit (spesifik), pendidika dikatakan sebagai orang-orang yang sengaja dipersiapkan menjadi guru atau dosen. Dengan demikian, guru yang sudah dicetuskan sebagai tenaga pendidik yang khusus, diharapkan memiliki profesionalitas dalam memberikan pendidikan kepada peserta didik. Maksudnya adalah guru harus mampu memberikan pembelajaran kepada peserta didik dengan sempurna, sesuai jabatan yang dimilikinya.
Menurut Uno, dalam tinjauan bab yang dilakukan di sini, banyak sekali kegiatan yang dapat dipilih guru dalam menyampaikan pembelajaran. Sayangnya, tidak ada rumus sederhana untuk mencocokkan kegiatan dengan sasaran. Ada yang dianggap baik untuk seorang pengajar atau sekelompok siswa, bisa saja tidak memuaskan dalam situasi lain. Karenanya, Uno mengatakan perlu adanya persiapan landasan bagi pengambilan putusan secara memuaskan tentang metode pengajaran dan kegiatan belajar yang efektif. Beberapa pola pembelajaran efektif tersebut, kata dia, dapat dilakukan dengan pengembangan metode-metode mengajar dan kegiatan belajaran yang sudah umum dilakukan, misalkan metode ceramah, berbicara dengan formal, menulis di papan tulis, memperagakan, menggunakan bahan pandang dengar, mempersiapkan lembar kerja siswa, menulis laporan praktikum, dan barangkali menonton film serta menggunakan bahan pandang dengar yang lain.
Metode-metode tersebut tidak dapat digunakan dengan sembarangan ketika merencakan program pengajaran. Ada beberapa alasan dikemukan Uno. Pertama, dari pengetahuan tentang gaya belajar, baik metode kelompok maupun metode mandiri harus digunakan. Ada siswa dapat belajara mandiri, tetapi ada juga sejumlah siswa lebih senang belajar dalam suasana dan situasi pengajaran yang beraturan dan terpimpin. Kedua, kondisi adan asas belajar menyebabkan kita tangggap akan perlunya memilih metode yang memberi peluang untuk peran serta yang aktif dari pihak siswa dalam segala kegiatan belajar. Ketiga, jika kita siap menggunakan teknologi pengajaran yang baru (TV, komputer, dan lain-lain), penakaran biasanya diberikan pada penyajia kelompok atau pada kegiatan belajar mandiri. Kedua jenis penyajian ini tidak memberikan kesempatan interaksi antarguru-siswa secara tatap muka. Keempat, ada persoalan dalam keefesienan menggunakan waktu guru dan siswa, sarana, serta peralatan. Untuk tujuan tertentu mungkin lebih efesien apabila guru menyajika informasi kepada seluruh kelas secara serempak (dengan jumlah siswa berapa saja) daripada menguasai siswa mempelajari bahan secara mandiri.
Menurut Uno, secara kesuluruhan, metode penyajian kelompok dan belajar mandiri paling berhasil mencapai sasaran dalam ranah afektif dan psikomotor. Lebih jauh, ia menjelaskan, cara terbaik dan efektif dalam mencapai sasaran afektif adalah melalui kerja kelompok.
3. Kondisi dan Asas untuk Belajar yang Berhasil
Dalam buku “Profesi Kependidikan” pada Bab 5, Uno menyebutkan pengajaran yang efektif ditandai oleh berlangsungnya proses belajar. Ia menawarkan beberapa kondisi dan asas belajar yang penting dan dianggap bermanfaat. Kondisi dan asas tersebut yakni: (1) persiapan sebelum mengajar; (2) sasaran belajar; (3) susunan bahan ajar; (3) perbedaan individu; (5) motivasi; (6) sumber pengajaran; (7) keikutsertaan; (8) balikan; (9) penguatan; (10) latihan pengulangan; (11) urutan kegiatan; (12) penerapan; (13) sikap mengajar; (14) penyajian di depan kelas.
Selain itu, Uno juga memaparkan sejumlah metode penyajian dalam pembelajaran. Menurutnya, ada metode penyajian keunggulan. Metode-metode tersebut dibaginya menjadi:
a. ceramah atau format penyajian lainnya yang telah dikenal dan diterima secara konvensional, baik dari kalangan pengajar maupun siswa. Metode ini merupakan metode utama dan kebanyakan digunakan oleh pengajar;
b. pada umumnya diperlukan upaya dan pemikiran, minimal untuk merencanakan penyajian ceramah, karena pengajar sudah mengenal dan menggunakan metode penyajian model ini;
c. ada beberapa pengajar yang merasa bahwa untuk mempertahankan status mereka atau menambah wibawa di mata siswa, mereka berbicara di depan kelas;
d. dari segi tujuan pembelajaran, waktu dapat dihemat karena dalam jangak waktu tertentu lebih banyak informasi dapat disajikan;
e. sejumlah besar siswa dapat dilayani dalam waktu yang sama, yang jadi pembatas hanyalah ukuran ruangan;
f. jika diperlukan, penyajian dapat diubah dengan penyajian bahan ajar tertentu atau menambahkan bahan baru sebelum, bahkan ketika pengajar menyajikan bahan ajar; dan
g. cara ini layak diterapkan sebagai metode komunikasi apabila informasi yang akan disampaikan mengharuskan sering terjadinya perubahan dan pemutakhiran.
Kendati ada sejumlah keunggulan metode penyajian, Uno juga tidak memustahilkan adanya kelemahan pada metode tersebut. Jika keunggulan metode penyajian disebutkannya ada 8 poin, kelemahannya pun ada 8 poin, yakni:
a. siswa dibatasi keikutsertaannya, mereka hanya menonton, mendengar, mencatat, dan hanya sedikit atau sama sekali tidak kesempatan bertukat pendapat dengan pengajar;
b. adanya keharusan bagi pengajar untuk menyajika bahan ajarnya dengan cara menarik, bergairah, dan penuh tantangan, agar siswa tetap tertuju pada penyajian pengajar;
c. ketika guru memberikan ceramah atau memperagakan sesuatu kepada siswa, diandaikan siswa memperoleh pengertian yang sama, tingkat pemahaman yang sam, dan pada waktu yang sama pula;
d. apabila dizinkan bertanya, pengajaran akan berhenti dan beberapa siswa terpaksa menunggu sampai pertanyaan itu terjawab sebelum dapat mengikuti penyajian selanjutnya;
e. pengajar sulit mendapat balikan dari siswa sehubungan kesalahan dan kesulitan yang dihadapi siswa selama penyajian;
f. terdapat bukti bahwa bahan penyajian lisan saja tanpa disertai keikutsertaan siswa secara terencana, hanya dapat diingat dalam jangka waktu pendek; dan
g. penyajian bukanlah metode yang dapat diterapkan untuk mengajarkan keterampilan psikomotor dan sasaran dalam ranah afektif hanya terpengaruh sedikit sekali.
Akhir-akhir ini terdapat kecenderungan yang dilakukan pengajar mengurangi waktu dalam menyajikan bahan ajarnya. Pengajar mulai mencoba membiarkan siswa belajar mandiri atau berkelompok. Menurut Uno, belajar mandiri sekarang ini memperoleh perhatian terbanyak dalam rancangan pengajaran.
Ada sejumlah ciri program secara mandiri yang dipaparkan Uno dalam buku ini.
1. Kegiatan untuk siswa dikembangkan secara cermat dan rinci sehingga pengjaran dapat berlangsung dengan baik manakala bahan disusun menjadi langkah-langkah yang terpisah dan kecil.
2. Kegiatan dan sumber pengajaran dipilih dengan hati-hati dan memerhatikan sasaran pengjaran yang dipersyaratkan.
3. Penguasaan siswa terhadap setiap langkah harus diperiksa sebelum ia melanjutkan ke langkah berikutnya.
4. Siswa kemudian harus segera menerima kepastian (balikan) tentang kebenaran jawaban atau upaya lainnya.
5. Apabila muncul kesulitan, siswa mungkin mempelajari lagi atau meminta bantuan pengajar.
Ada beberapa keunggulan menurut Uno dalam belajar mandiri pada siswa. Di antara keungggulan-keunggulan itu disebutkan bahwa program mandiri sengaja dirancang dengan cermat sehingga dapat memanfaatkan lebih banyak asas belajar. Pola ini juga disebutkan dapat memberi kesempatan, baik kepada siswa yang lamban maupun yang cepat untuk menyelesaikan pelajaran sesuai dengan tingkat kemampuan masing-masing. Keunggulan lainnya belajar mandiri dikatakan Uno dapat menyebabkan perhatian tercurah lebih banyak kepada siswa perseorangan dan memberi kesempatan yang lebih luas untuk melangsungkan interaksi antarsiswa.
Di samping keunggulan, juga disebutkan beberapa kelemahan pada belajar mandiri. Kelemahan-kelemahan itu di antaranya memungkinkan kurang terjadi interaksi antara pengajar dengan siswa dan antara sesama siswa. Apabila dipakai jalur dengan langkah tetap, kemungkinan belajar mandiri akan membosankan dan tidak menarik. Kelemahan lainnya terdapat pada metode yang sering menuntut kerja sama dan perancanaan tim yang rinci di antara staf pengajar yang terlibat.
4. Media Pandang
Media pandang dengan lembar petunjuk dapat dipakai apabila siswa memerlukan pengajaran atau petunjuk untuk menjalankan suatu perlengkapan, melaksanakan suatu proses, atau menyelesaikan suatu kegiatan dengan cermat. Semua bahan ini sering disebut alat bantu kerja. Media pandang ini dapat ditempatkan di bengkel kerja, laboratorium, atau toko, atau dipersiapkan untuk dapat diambil dan dipelajari kapan saja, kapan diperlukan.
5. Sistem Pengajaran Perseorangan (PSI)
Sistem pengajaran perseorangan atau disebut juga Personalization System of Instruction (PSI) adalah sebuah pendekatan yang dapat diterapkan pada suatu pelajaran yang lengkap. Pendekatan umumnya berdasarkan pada sebuah buku ajar dengan satuan pelajaran yang terdiri atas bacaan, pertanyaan, dan soal. Setelah mempelajari setiap bagian bahan dan menjalankan seperangkat pertanyaan yang berkaitan atau menyelesaikan berbagai kegiatan, siswa melaporkan kepada pengawas atau tutor bahwa siap untuk diuji tentang bagian tertentu dari bahan ajar.
Suatu pendekatan sistem lengkap lainnya untuk belajar mandiri adalah metode AT (Audio Tutorial). Model ini menggunakan media suara. Pendekatan ini dirancang oleh Botaniwan Samuel N. Postlethwait. Prosesnya meliputi tidak komponen utama, yaitu (a) pertemuan kelompok besar (kelas); (b) kegiatan belajar mandiri di laboratorium yang sesuai dengan pelajaran dimaksud; (c) pertemuan diskusi kelompok, yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya, melaporkan sesuatu, dan ikut dalam bentuk interaksi lainnya.
Dari sekian banyak model pembelajaran yang ditawarkan Uno pada bab 5 buku ini, kelihatannya pendekatan yang terakhir (pendekatan PSI dan AT) lebih memiliki peluang hasil belajar pembelajaran yang diharapkan dibanding pendekatan-pendekatan lainnya.

PERAN ILMU ADMINISTRASI DAN MANAJEMEN DALAM MENGEMBANGKAN MASYARAKAT MADANI PADA ERA DESENTRALISASI - Presentation Transcript
1. PERAN ILMU ADMINISTRASI DAN MANAJEMEN DALAM MENGEMBANGKAN MASYARAKAT MADANI PADA ERA DESENTRALISASI OLEH PROF.DR.IR. GINANDJAR KARTASASMITA DISAMPAIKAN PADA ACARA PELUNCURAN PROGRAM DOKTOR BIDANG ILMU MANAJEMEN DAN BIDANG ILMU SOSIAL BIDANG UNIVERSITAS PASUNDAN, BANDUNG 3 AGUSTUS 2007 www.ginandjar.com 1
2. ILMU ADMINISTRASI DAN MANAJEMEN www.ginandjar.com 2
3. ILMU ADMINISTRASI Ilmu administrasi adalah disiplin ilmu yang mempelajari administrasi Ada berbagai pengertian mengenai Ad b b i ti i administrasi. Yang p g paling mendasar g adalah pengertian dari Waldo (1992), yang menyatakan bahwa administrasi berada dalam keluarga kegiatan kerjasama antarmanusia. k j t i www.ginandjar.com 3
4. Yang membedakan administrasi dengan kegiatan kerjasama antarmanusia lainnya adalah derajat rasionalitasnya yang tinggi. Derajat rasionalitas yang tinggi ini ditunjukkan oleh tujuan yang ingin dicapai serta cara untuk mencapainya. www.ginandjar.com 4
5. APA ITU ADMINISTRASI? Ada tujuan: Memindahkan batu Ada tindakan bersama: Beberapa orang bekerja sama dengan kekuatannya d dan k hli keahliannya masing- i masing untuk melakukan upaya yang tidak dapat dilakukan tanpa kerjasama www.ginandjar.com 5
6. Administrasi negara (publik) berkenaan dengan administrasi dalam lingkup negara, sering k li pula di tik sebagai i kali l diartikan b i pemerintah. Seperti halnya dalam genus- genus- nya, administrasi, adanya tujuan yang ingin dicapai merupakan konsep y g mendasar p p p yang pula dalam administrasi negara. www.ginandjar.com 6
7. Tujuan itu sendiri tidak perlu hanya satu; pada setiap waktu tempat bidang atau waktu, tempat, bidang, tingkatan, bahkan kegiatan tertentu, terdapat tujuan-tujuan tertentu Tetapi tujuan- tertentu. sebagai negara tentu harus ada asas, pedoman, dan tujuan, yang menjadi landasan kerja administrasi negara. Pada umumnya ( y (meskipun tidak semuanya) p y ) gagasan- gagasan-gagasan dasar tersebut ada dalam konstitusi negara yang ber- ber- sangkutan, d di t d l k t dan diatur dalam b b berbagaii peraturan. www.ginandjar.com 7
8. Banyak cara pendekatan untuk mengkaji administrasi. Bisa dari segi komponennya, kegiatannya, maupun prosesnya. Bi j k i t Bisa juga menggunakan pendekatan yang relatif baru berkembang seperti k bij k publik ( bli b k b ti kebijakan blik (public policy), governance dan sebagainya. www.ginandjar.com 8
9. GOVERNANCE MASYARAKAT, BANGSA, DAN MASYARAKAT NEGARA VISI PEMERINTAH BANGSA GOVERNANCE DUNIA USAHA www.ginandjar.com 9
10. Namun untuk dasar pemahaman dapat Namun, digunakan pendekatan Waldo, bahwa kalau kita k l kit cerminkan administrasi untuk i k d i i t i t k mencari wujudnya, maka ditemukan dua aspek, yaitu organisasi dan manajemen. manajemen. Organisasi dapat diibaratkan sebagai g p g anatomi tubuh administrasi sedangkan manajemen adalah fisiologinya fisiologinya. www.ginandjar.com 10
11. Organisasi biasanya digambarkan sebagai wujud statis dan mengikuti pola tertentu, sedangkan manajemen adalah dinamis dan menunjukkan gerakan atau proses Keduanya dapat proses. digunakan untuk analisis administrasi. www.ginandjar.com 11
12. ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL DIREKTORAT/BIRO O / O SUB-DIREKTORAT SEKSI www.ginandjar.com 12
13. MANAJEMEN MANAJER PERENCANAAN PELAKSANAAN PENGAWASAN www.ginandjar.com 13
14. Memasuki abad ke-21, ilmu-ilmu sosial ke- , ilmu- ditantang untuk mengikuti kemajuan teknologi yang pesat yang dihasilkan ilmu- ilmu- ilmu eksakta, merumuskan apa dampaknya pada kehidupan manusia dalam berbagi sisinya, dan bagaimana mengarahkan agar perkembangan itu menuju ke arah y g menguntungkan bagi j yang g g g umat manusia. www.ginandjar.com 14
15. Kualitas hidup dan peran manusia baik secara perorangan maupun sebagai masyarakat mendapat perhatian yang lebih besar. www.ginandjar.com 15
16. Pemikiran dalam ilmu administrasi yang berkembang adalah administrasi yang partisipatif, yang menempatkan administrasi di t tengah-t tengah-tengah masyrakat d tid k di atas h h k t dan tidak t atau terisolasi darinya (Montgomery, 1988). P iki Pemikiran i i selain i i menempatkan ini l i ingin tk administrasi sebagai instrumen demokrasi, juga mencoba menggunakan administrasi sebagai alat untuk menyalurkan aspirasi masyarakat bawah (New Public (New Administration). Administration). www.ginandjar.com 16
17. Implikasi dari p p pemikiran tersebut adalah bahwa sistem administrasi memiliki dimensi ruang dan wilayah y g g y yang penyelenggaraannya yang bukan hanya dipengaruhi tetapi mempengaruhi sistem pemerintahan, politik, dan ekonomi. www.ginandjar.com 17
18. Administrasi negara modern, baik sebagai ilmu maupun dalam praktik, terus berkembang. Demikian juga terlihat bahwa ada k d konvergensi d i pemikiran-pemikiran i dari pemikiran- iki iki yang melahirkan berbagai konsep pembangunan d b dengan pandangan- pandangan- d pandangan dalam ilmu administrasi yang mengarah pada makin terpusatnya perhatian pada aspek manusia serta nilai-nilai nilai- kemanusian yang tercemin dalam berbagai pendekatan yang sedang berkembang. www.ginandjar.com 18
19. Demokrasi, partisipasi, desentralisasi, otonomi, kearifan lokal (local wisdom), (local wisdom), kehususan lokal (local specific), (local specific), keberpihakan (affirmative action) k b ih k (affirmative action) ffi ti ti berkembang menjadi p g j paradigma baru g dalam Ilmu Administrasi. www.ginandjar.com 19
20. DESENTRALISASI www.ginandjar.com 20
21. LOGIKA DASAR DESENTRALISASI DESENTRALISASI OTONOMI MAKSIMALKAN FUNGSI PEMERINTAHAN: KEBIJAKAN PUBLLIK 1. Pelayanan 2. Regulasi 2 R l i 3. Pemberdayaan KEBUTUHAN MASYARAKAT Dekat Tepat Cepat Murah www.ginandjar.com 21
22. DIMENSI KEBIJAKAN DESENTRALISASI ADMINISTRATIF DESENTRALISASI FISKAL PENGAMBILAN KEPUTUSAN/ POLITIK www.ginandjar.com 22
23. OTONOMI SYARAT POLITIK: SYARAT TEKNIS: 1. P Pengakuan k Sumber daya Pluralitas Institusi 2. Local Self- Self- Teknologi Government. Ja ga Jaringan 3. Legitimasi. Kepemimpinan www.ginandjar.com 23
24. KONSEKWENSI PENYELENGGARAAN KEBIJAKAN DESENTRALISASI a. Terbentuknya daerah otonom; b Terwujudnya otonomi daerah; b. c. Terciptanya hubungan antara pusat dan daerah; dan antar daerah dengan sifat : 1) hubungan kewilayahan; 2) hubungan kewenangan/fungsi; 3) hubungan administrasi dan organisasi; 4) hubungan keuangan; dan 5) hubungan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya. lainnya www.ginandjar.com 24
25. BENTUK-BENTUK DISTRIBUSI BENTUK- KEWENANGAN 1 Dekonsentrasi 1. 2. Delegasi Desentralisasi 3. Devolusi 4. P i ti Privatisasi i www.ginandjar.com 25
26. PERKEMBANGAN KEBIJAKAN DESENTRALISASI DAN OTDA 2004 UU NO 32 TH 2004 (DECENT) 1999 UU NO 22 TH 1999 (DECENT) 1975 UU NO 5 TH 1974 (DECON) 1965 UU NO 18 TH 1965 (DECON) 1959 PP NO 6 TH 1959 (DECON) 1957 UU NO 1 TH 1957 (DECENT) 1948 UU NO 22 TH 1948 (DECON) 1945 UU NO 1 TH 1945 (DECON) 1903 DESENTRALISATIE WET 1903 (DECON) www.ginandjar.com 26
27. PENGATURAN KEWENANGAN (URUSAN PEMERINTAHAN)* URUSAN PEMERINTAHAN ABSOLUT CONCURRENT (BERSAMA) 1. 1 PERTAHANAN; 2. KEAMANAN; 3. YUSTISI; KRITERIA PEMBAGIAN URUSAN 4. POLITIK LUAR NEGERI; 5. MONETER; DAN 1. EXTERNALITAS (DAMPAK) 6. AGAMA. 2. AKUNTABILITAS (KEDEKATAN) ( ) 3. EFISIENSI (UNTUNG-RUGI) URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH URUSAN PEMERINTAH PUSAT U U URUSAN WAJIB URUSAN PILIHAN (PELAYANAN DASAR) (POTENSI UNGGULAN) MENGACU PADA SPM www.ginandjar.com * UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah 27
28. ELEMEN DINAMIK Partisipasi masyarakat Gerakan sosial kemasyarakatan k k Kemitraan d k b t h dan kebutuhan akan keterbukaan pemerintah Pemberdayaan masyarakat y y www.ginandjar.com 28
29. P b d Pemberdayaan M Masyarakat k t Masyarakat Madani y (civil society) www.ginandjar.com 29
30. MODAL SOSIAL Masyarakat sebagai konsep sosial y g p menggambarkan berkumpulnya manusia atas dasar sukarela yang tidak sukarela, harus terjadi secara fisik saja, tetapi bisa juga berupa keterikatan dan keterkaitan keterkaitan batiniahnya. Dalam konsep masyarakat dengan demikian terkandung makna kesatuan antara kebinekaan (diversity) (diversity) dan kekhasan (uniqueness). d k kh (uniqueness) i ). (Kartasasmita, 1996) www.ginandjar.com 30
31. Walaupun masyarakat mempunyai satu tujuan, untuk bisa mencapainya terbuka peluang yang amat dinamis. Karenanya, kebinekaan atau kemajemukan atau j pluralitas menjadi karakter tuntutan agar komunitas yang dinamis terwujud Ini terwujud. berbeda dengan paham individualisme, yang menganggap absolutnya kepentingan individu. www.ginandjar.com 31
32. Konsep masyarakat mengenal kepentingan bersama, tetapi tidak mengorbankan kepentingan indi id individu. Oleh karena itu, “apa yang menjadi kesamaan” (what is common to all) (what all) merupakan pertanyaan mendasar dalam menjalin saling ketergantungan yang berintikan it b i tik situasi simbiosis yang i i bi i mutualistis. mutualistis. www.ginandjar.com 32
33. Situasi simbiosis yang mutualistis itu akan y g mudah tercipta bila elemen-elemen sosial elemen- bisa disatukan sehingga membentuk suatu kekuatan yang bersifat sinergis. Kekuatan sinergis tersebut lahir dari proses interaksi sosial yang berlangsung secara intensif, di dalam dan di antara unit-unit sosial yang unit- ada di masyarakat, apakah itu keluarga, y p g rukun tetangga, himpunan, kelompok, asosiasi, asosiasi atau institusi sosial lain lain. www.ginandjar.com 33
34. Apabila modal SDM umumnya berkenaan dengan manusia sebagai individu,maka ada pula modal manusia l i yaitu d l d l i lain, it manusia sebagai masyarakat, atau yang sering disebut sebagai modal atau sumber daya sosial atau social capital. Modal y capital. p sosial ini adalah sumber kekuatan yang dihasilkan oleh manusia dalam kehidupan bermasyarakat. (Kartasasmita, 1997) www.ginandjar.com 34
35. Pandangan ini meniscayakan p - g y pem- pem bangunan harus berlandaskan pada kemampuan rakyat sendiri serta berorientasi pada penggalian d pengembangan d li dan b segenap potensi yang ada dalam masyarakat masyarakat. Strategi yang dianggap tepat kearah itu adalah tidak dengan konsep kucuran dari atas (trickle down effect), tetapi melalui (trickle effect), pemberdayaan atau empowerment p y p masyarakat. www.ginandjar.com 35
36. Strategi pemberdayaan menempatkan rakyat bukan sebagai objek, melainkan subjek pembangunan Rakyat yang pembangunan. merumuskan ide, menetapkan sasaran, merancang dan merencanakan pembangunan dengan cara mengembangkan inisiatif dan prakarsa mereka sendiri. Kegiatan rakyat ini terjadi di tingkat lokal dan hal ini yang lokal, menjadi dasar otonomi. www.ginandjar.com 36
37. Rakyat adalah pelaku pembangunan, sementara pihak lain, b ik pemerintah atau t ih k l i baik i t h t lembaga masyarakat yang ingin turut membantu, hanyalah sebatas menjadi fasilitator dan dinamisator belaka. Jika sudah dapat dilakukan oleh masyarakat, tidak perlu dilakukan oleh pemerintah, atau dalam p mencapai tujuan pemerintah semaksimal mungkin menggunakan institusi da u g e ggu a a s us dan kemampuan yang ada di masyarakat (New (New Public Management) Management) Management). ). www.ginandjar.com 37
38. Karena tujuan akhirnya adalah memandirikan masyarakat, dan mem- mem- bangun k b kemampuan untuk memajukan t k j k diri ke arah kehidupan y g lebih baik p yang secara sinambung, maka pemberdayaan masyarakat tidak boleh membuat masyarakat makin tergantung pada program- program-program pemberian (charity) (charity) charity). ). www.ginandjar.com 38
39. Pemberdayaan masyarakat membuka pintu d k lt i it d il i nilai- pada proses akulturasi, yaitu perpaduan nilai- nilai baru dengan nilai-nilai lama yang nilai- menggambarkan jati diri suatu masyarakat masyarakat, yang secara dinamis terus berkembang. Pemberdayaan bukan hanya meliputi penguatan individu warga masyarakat, melainkan juga pranata-pranatanya Demikian pranata-pranatanya. pula pembaharuan institusi-institusi sosial dan institusi- pengintegrasiannya ke dalam kegiatan pembangunan serta peran masyarakat di dalamnya. dalamnya www.ginandjar.com 39
40. Dalam tradisi ilmu-ilmu sosial, banyak ilmu- ilmuwan yang mengaitkan pemberdayaan dengan civil society ( g y (Seligman, 1992; g Friedman, 1992; Gellner, 1994). Civil society itu sendiri adalah konsep klasik, y p yang berkembang pada sekitar abad ke- ke- 18. Para ilmuwan sosial pada masa itu p menunjuk pada himpunan, kelompok, asosiasi dalam masyarakat sebagai y g domain individu yang bebas, dihadapkan posed) cou te posed counterposed) (counterposed) pada negara (state). ega a (state). state)) www.ginandjar.com 40
41. Civil society mengidealkan terciptanya suatu ruang gerak yang menjadi domain masyarakat masyarakat, bebas dari intervensi negara ke dalamnya. Civil society adalah sebuah id li i t d l h b h idealisasi masyarakat i k t yang mempunyai keberdayaan ketika berhadapan d b h d dengan k k kekuasaan negara. Masyarakat dalam konsep itu berdiri independen dan sama sekali tidak tersub- tersub- ordinasikan ke dalam kekuasaan negara. Civil g society seperti dikatakan oleh Rôpke (1948) adalah counterweight to the p g power of the state. state. www.ginandjar.com 41
42. Dengan demikian, pengertian civil society di sini berbeda dengan masyarakat madani atau masyarakat adab seperti yang sering dimaksudkan. dimaksudkan. Masyarakat madani atau masyarakat adab, sesungguhnya adalah sasaran dari pembangunan sendiri, yang bagi kita adalah masyarakat maju, mandiri, sejahtera, mandiri sejahtera dan berkeadilan Sedangkan berkeadilan. civil society adalah salah satu konsep yang berupaya untuk mencapai sasaran itu dengan memberdayakan masyarakat, di luar dari apa yang dilakukan oleh negara negara. www.ginandjar.com 42
43. Sebagian pendapat menyebut civil society g y y tersebut sebagai organisasi nonpemerintah atau NGO, LSM, yang sekarang telah , ,y g g dipandang sebagai memiliki peran yang penting untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat. Bahkan civil society bersama dengan partai; partai; pemilihan umum, lembaga perwakilan, pers yang bebas rule of law, merupakan prasyarat bebas, law, institusional dari sebuah demokrasi www.ginandjar.com 43
44. KESIMPULAN ADMINISTRASI DESENTRALISASI & MASYARAKAT OTONOMI DAERAH MADANI www.ginandjar.com 44
45. DAFTAR PUSTAKA Friedman, John, Friedman John Empowerment: The Politics of Alternative Development Cambridge: Development. Blackwell, 1992. Fukuyama, Francis, Trust: The Social Virtues and the Creation of Prosperity. New York: The Free Press, a division of Simon & Schuster Inc., 1995. Gellner, Ernest, Conditions of Liberty, Civil Society and Its Rivals. London: Penguin Group, 1994. Giddens, Anthony, Modernity and Self-Identify: Self and Society in the Late Modern , y, y y y Age. Polity Press in Association with Blackwell Publishers, 1991. -----------, Politics, Sociology, and Social Theory. Polity Press in Association with Blackwell Publishers, 1995. Kartasasmita, Ginandjar, Power dan Empowerment. Sebuah Konsep Mengenai Pemberdayaan Masyarakat. Pidato Kebudayaan pada peringatan hari jadi ke-28 Pusat Kesenian Jakarta, Taman Ismail Marzuki. Jakarta, 19 November 1996. www.ginandjar.com. -----------, Membangun Sumber Daya Sosial Profesional. Pidato pada Kongres ke VII HIPIIS. Medan, 21 Maret 1997. www.ginandjar.com. www.ginandjar.com 45
46. -----------, Administrasi Pembangunan: Perkembangan Pemikiran dan Praktiknya Di Indonesia, LP3ES, Jakarta, Indonesia. 1996. -----------, Pembangunan Untuk Rakyat: Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan, PT. Pustaka CIDESINDO, Jakarta, Indonesia. Oktober 1996. Kuhn, Thomas S., The Structure of Social Scientific Revolutions (edisi ke -2). Chicago: The University of Chicago Press, 1979. Rôpke, Wilhelm, The Moral Foundation of Civil Society. Originally published: London: W. Hodge, 1948. Seligman, Adam B., The Ideal of Civil Society. The Free Press, a Division of Macmillan, I M ill Inc., 1992 1992. Waldo, Dwight. Administrative State. New York: Ronald Press, 1948. www.ginandjar.com 46



• Administrasi adalah proses yang pada umumnya terdapat pada semua usaha kelompok, pemerintah atau swasta, sipil atau militer, besar atau kecil (White, 1958).
• Administrasi sebagai kegiatan kelompok yang mengadakan kerjasama guna menyelesaikan tugas bersama (Simon, 1958).
• Administrasi didefinisikan sebagai bimbingan, kepemimpinan dan pengawasan usaha kelompok individu guna mencapai tujuan bersama (Newman, 1963).
• Pengertian Administrasi dalam bahasa Indonesia ada 2 (dua) :
o Administrasi berasal dari bahasa Belanda, "Administratie" yang merupakan pengertian Administrasi dalam arti sempit, yaitu sebagai kegiatan tata usaha kantor (catat-mencatat, mengetik, menggandakan, dan sebagainya). Kegiatan ini dalam bahasa Inggris disebut : Clerical works (FX.Soedjadi, 1989).
o Administrasi dalam arti luas, berasal dari bahasa Inggris "Administration" , yaitu proses kerjasama antara dua orang atau lebih berdasarkan rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditentukan (S.P. Siagian, 1973)
Berdasarkan hal tersebut diatas, administrasi ialah proses penyelenggaraan kerja yang dilakukan bersama-sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Administrasi, baik dalam pengertian luas maupun sempit di dalam penyelenggaraannya diwujudkan melalui fungsi-fungsi manajemen, yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan.
Jadi administrasi adalah penyelenggaraannya, dan manajemen adalah orang-orang yang menyelenggarakan kerja. Maka kombinasi dari keduanya adalah penyelenggaraan kerja yang dilakukan oleh orang-orang secara bersama-sama (kerjasama) untuk mencapai tujuan yang yang telah ditetapkan.


• Administrasi adalah proses yang pada umumnya terdapat pada semua usaha kelompok, pemerintah atau swasta, sipil atau militer, besar atau kecil (White, 1958).
• Administrasi sebagai kegiatan kelompok yang mengadakan kerjasama guna menyelesaikan tugas bersama (Simon, 1958).
• Administrasi didefinisikan sebagai bimbingan, kepemimpinan dan pengawasan usaha kelompok individu guna mencapai tujuan bersama (Newman, 1963).
• Pengertian Administrasi dalam bahasa Indonesia ada 2 (dua) :
o Administrasi berasal dari bahasa Belanda, "Administratie" yang merupakan pengertian Administrasi dalam arti sempit, yaitu sebagai kegiatan tata usaha kantor (catat-mencatat, mengetik, menggandakan, dan sebagainya). Kegiatan ini dalam bahasa Inggris disebut : Clerical works (FX.Soedjadi, 1989).
o Administrasi dalam arti luas, berasal dari bahasa Inggris "Administration" , yaitu proses kerjasama antara dua orang atau lebih berdasarkan rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditentukan (S.P. Siagian, 1973)
Berdasarkan hal tersebut diatas, administrasi ialah proses penyelenggaraan kerja yang dilakukan bersama-sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Administrasi, baik dalam pengertian luas maupun sempit di dalam penyelenggaraannya diwujudkan melalui fungsi-fungsi manajemen, yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan.
Jadi administrasi adalah penyelenggaraannya, dan manajemen adalah orang-orang yang menyelenggarakan kerja. Maka kombinasi dari keduanya adalah penyelenggaraan kerja yang dilakukan oleh orang-orang secara bersama-sama (kerjasama) untuk mencapai tujuan yang yang telah ditetapkan.

Oleh: Nur Sulistyo Muttaqin, S.Pd.
Sebagai pengajar atau pendidik, guru merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan setiap upaya pendidikan. Itulah sebabnya setiap adanya inovasi pendidikan khususnya dalam kurikulum dan peningkatan sumber daya manusia yang dihasilkan dari upaya pendidikan selalu bermuara pada faktor guru. Hal ini menunjukkan betapa eksisnya peran guru dalam dunia pendidikan. Demikian pun dalam upaya pembelajaran siswa, guru dituntut memiliki multi peran sehingga mampu menciptakan kondisi belajar mengajar yang efektif.
Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan utama. Proses belajar mengajar merupakan serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa ini merupakan syarat utama bagi berlangsungya proses belajar mengajar. Proses dalam pengertian di sini merupakan interaksi semua komponen atau unsur yang terdapat dalam belajar mengajar yang satu sama lainnya berhubungan (interdependent) dalam ikatan untuk mencapai tujuan.
Belajar diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dan individu dengan lingkungan. “Learning is a change in the individual due to instruktion of that individual and his enviroment, wich feel a need and makes him more capable of dealing adequately with his environment.” ( W.H. Burton The Guindance of lerning Activities, 1944 ). Dalam pengertian ini terdapat kata change atau “perubahan” yang berarti bahwa seseorang telah mengalami proses belajar akan mengalami perubahan tingkah laku, baik aspek pengetahuan, keterampilan maupun sikap.
TUGAS, PERAN DAN KOMPETENSI GURU
Peranan guru adalah terciptanya serangkaian tingkah laku yang saling berkaitan yang dilakukan dalam suatu situasi tertentu serta berhubungan dengan kemajuan perubahan tingkah laku dan perkembangan siswa yang menjadi tujuannya (Wrightman, 1977). Kompetensi berarti kewenangan (kekuasaan) untuk memutuskan atau menentukan suatu hal. Pengertian dasar kompetensi (competency) yakni kemampuan atau kecakapan. Adapun kompetensi guru (teacher competency) adalah the ability of a teacher to responsibility perform has or her duties appropriately, yaitu kompetensi guru merupakan kemampuan seorang guru dalam melaksanankan kewajiban-kewajiban secara bertanggung jawab dan layak.
Dengan gambaran dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kompetensi merupakan kemampuan dan kewenangan guru dalam melaksanakan profesi keguruannya. Selanjutnya beralih pada kata “professional” yang berarti a vacation an wich professional knowledge of some department a learning science is used in its applications to the of other or in the practice of an art found it.
Dalam pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa suatu pekerjaan yang bersifat profesional memerlukan beberapa bidang ilmu yang secara sengaja harus dipelajari dan kemudian diaplikasikan bagi kepentingan umum. Atas dasar pengertian ini, ternyata pekerjaan profesional berbeda dengan pekerjaan lainnya karena suatu profesi memerlukan kemampuan dan keahlian khusus dalam melaksananakan profesinya.
Mengingat tugas dan tanggung jawab guru yang begitu kompleksnya, maka profesi ini memerlukan persyaratan khusus, antara lain:
1. Menuntut adanya keterampilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam.
2. Menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya.
3. Menuntut adanya tingkat pendidikan keguruan yang memadai.
4. Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakan.
5. Memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan.
(Drs. Moh. Ali, 1985)
Adapun syarat pekerjaan yang tergolong ke dalam suatu profesi antara lain:
1. Memiliki kode etik, sebagai acuan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
2. Memiliki klien / obyek layanan yang tetap.
3. Diakui oleh masyarakat karena memang diperlukan jasanya oleh masyarakat.
(Drs. Moh. Uzer Usman)
Guru memiliki banyak tugas, apabila kita kelompokkan terdapat tiga jenis tugas guru, yakni tugas dalam bidang profesi, tugas kemanusiaan dan tugas dalam bidang kemasyarakatan. Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar dan melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup. Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan melatih berarti mengembangkan keterampilan-keterampilan pada siswa.
Tugas guru dalam bidang kemanusiaan di sekolah harus dapat menjadikan dirinya sebagai orang tua kedua. Di masyarakat guru berkewajiban mencerdaskan bangsa menuju pembentukan manusia Indonesia yang seutuhnya yang berdasarkan Pancasila.
Tugas dan peran guru tidaklah terbatas di dalam masyarakat, bahkan guru dalam hakekatnya merupakan komponen strategis yang memiliki peran penting dalam gerak laju kehidupan bangsa. Bahkan keberadaan guru merupakan factor condisio sine quanon yang tidak mungkin digantikan oleh komponen manapun dalam kehidupan bangsa sejak dulu, terlebih-lebih pada era kontemporer ini.
Peranan dan kompetensi guru dalam proses belajar mengajar meliputi banyak hal seperti mengajar, memimpin kelas, pembimbing, pengatur lingkungan, partisipan, ekspeditor, perencana, supervisor, motivator dan konselor, (Adam dan Decey, Basic principles of student teaching). Secara dominan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
(1) Guru sebagai demonstrator
Melalui perannya sebagai demonstrator, lecture atau pengajar, guru hendaknya menguasai bahan ajar atau materi yang akan diajarkannya. Serta senantiasa mengembangkannya dalam artian meningkatkan kemampuan ilmu yang ia miliki karena ini akan sangat menentukan hasil belajar yang dicapai oleh siswa.
Guru sendiri adalah pelajar dalam arti guru harus belajar terus-menerus. Dengan cara demikian ia akan memperkaya dirinya dengan ilmu pengetahuan sebagai bekal dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengajar dan demonstrator sehingga mampu memperagakan apa yang diajarkannya secara didaktis. Maksudnya agar apa yang disampaikan itu betul-betul dimiliki oleh anak didiknya.
(2) Guru sebagai pengelola kelas
Tujuan umum pengelolaan kelas ialah menyediakan dan menggunakan fasilitas kelas untuk bermacam-macam kegiatan belajar mengajar guna mencapai tujuan pendidikan yang baik. Sedangkan tujuan khususnya adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam menggunakan alat-alat belajar, menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan siswa untuk belajar, serta membantu siswa untuk memperoleh hasil yang diharapkan.
Tanggung jawab yang lain sebagai manajer yang penting bagi guru adalah membimbing pengalaman-pengalaman siswa sehari-hari kearah self directed behavior. Salah satu manajemen kelas yang baik ialah menyediakan kesempatan bagi siswa untuk sedikit demi sedikit mengurangi ketergantungannya terhadap guru sehingga mereka mampu membimbing kegiatannya sendiri. Siswa harus melakukan self control dan self activity malalui proses bertahap.
(3) Guru sebagai mediator dan fasilitator
Sebagai mediator, guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan karena media pendidikan merupakan alat komunikasi untuk lebih mengefektifkan proses belajar mengajar. Selain itu guru harus memiliki keterampilan memilih dan menggunakan serta menyediakan media itu dengan baik. Memilih dan menggunakan media pendidikan harus sesuai dengan tujuan, materi, metode, evaluasi, dan kemampuan guru serta minat dan kemampuan siswa.
Sebagai fasilitator, guru hendaknya mampu mengusahakan sumber belajar yang berguna serta dapat menunjang pencapaian tujuan dan proses belajar mengajar, baik yang berupa narasumber, buku teks, majalah ataupun surat kabar.
(4) Guru sebagai evaluator
Dengan evaluasi, guru dapat mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan, penguasaan siswa terhadap pelajaran serta ketepatan atau keefektifan metode mengajar. Tujuan lain dari penilaian diantaranya ialah untuk mengetahui kedudukan siswa di dalam kelas atau kelompoknya. Dengan penilaian, guru dapat mengklasifikasikan siswa.
Demikian sedikit uraian tentang tugas, peran serta kopetensi guru yang merupakan landasan dalam mengabdikan profesinya. Guru yang profesional tidak hanya mengetahui, tetapi betul-betul melaksanakan apa yang menjadi tugas dan peranannya.
DAFTAR PUSTAKA
Usman, Moh. Uzer. 2000. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya PT
Burton, W. H. 1944. The Guindance Of Learning Activites. New York: Appleton Century Coffs, Inc.
Adam dan Decey. Basic principles of student teaching.


B. Supervisi Klinis
1. Pengertian Supervisi Klinis
1.
Supervisi diartikan sebagai pengawasan utama, pengontrolan tertinggi. (Anton M. Moeliono. Dkk., 1993:872). Di dalam Pedoman Pelaksanaan Supervisi Pendidikan Agama, supervisi adalah suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu para guru dan pegawai sekolah lainnya dalam melakukan pekerjaan mereka secara efektif. (Dirjen Bimbingan Islam Depag RI, 2003:3).
Sedangkan supervisi klinis diartikan sebagai supervisi yang dilakukan oleh supervisor yang atas dasar formal dan perofesionalnya melakukankegiatan supervisi terhadap petugas pelaksanaan di bawhnya yang mengalami masalah-masalah nonakademik, seperti faktor psikologis, kesulitan berkomunikasi, dan lain-lain yang sulit diatasi sendiri. (Dirjen Bimbingan Islam Depag RI, 2003:3). Richard Waller dalam Ahmad Azhari (2003) berpendapat bahwa supervisi klinis adalah supervisi yang difokuskan pada perbaikan pengajaran dengan melalui siklus sistematis dari tahap perencanaan, pengamatan, dan analisis intelektual yang intensif terhadap penampilan mengajar sebenarnya dengan tujuan untuk mengadakan modifikasi yang rasional. Acheson dan Gall dalam Azhar (2003) berpendapat bahwa, supervisi adalah proses membantu guru memperkecil ketidaksesuaian (kesenjangan antara tingkah laku mengajar yang nyata dengan tingkah laku mengajar yang ideal. (Ahmad Azhar, 2003:18-19).
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa supervisi klinis merupakan proses bimbingan yang bertujuan meningkatkan profesionalitas guru, dengan penekanan pada penampilan mengajar, melalui prosedur yang sisematis yang dimulai dari pertemuan pendahuluan, observasi kelas, dan pertemuan balikan guna mendapatkan perubahan tingkah laku mengajar yang diharapkan. Dengan kata lain supervisi klinis yaitu pelaksanaan supervisi yang berpusat kepada penampilan guru mengajar.
2. Tujuan Supervisi Klinis
Tujuan supervisi klinis adalah untuk meningkatkan kualitas proses belajar mengajar dengan memfokuskan pada perbaikan penampilan guru mengajar di kelas secara lebih rinci dan spesifik.
Tujuan supervisi klinis menurut Acheson dan Gall adalah sebagai berikut:
1. Memberikan gambaran secara obyektif kepada guru mengenai penampilan mengajar yang nyata. Supervisi klinis dapat diibaratkan sebuah cermin bagi guru, sehingga mereka dapat melihat kondisi penampilan mengajarnya yang sebenarnya di depan kelas.
2. Mengdiagnosis dan memecahkan permasalah pengajaran. (Ahmad Azhar, 2003:19).
Supervisi klinis menggunakan teknik pertemuan dan catatan observsi dalam membatu guru melihat ketidaksesuaian/penyimpangan dari yang seharusnya (penampilan mengajar ideal). Pada akhirnya guru diharapkan dapat melakukan diagnosis sendiri tentang ketidaksesuaian perilaku mengajarnya tanpa harus dibantu supervisor. Namun hal ini bukan berarti sudah tidak membutuhkan lagi bantuan supervisor. Pada saat dan aspek tertentu guru tetap memerlukan campur tangan supervisor.
3. Pelaksanaan Supervisi Klinis
Tahap-tahap pelaksanaan supervisi klinis dapat juga disebut dengan siklus, karena tahapan-tahapan ini merupakan proses yang berkelanjutan. Supervisi klinis dilaksanakan melalui tiga tahapan, yaitu:
a. Pertemuan Pra Pengamatan
Pertemuan pra pengamatan adalah pertemuan yang dilakukan oleh supervisor dengan orang yang disupervisi sebagai kegiatan pendahuluan. Dalam pertemuan pra pengamatan ini dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut:
1) Supervisi bersama dengan orang yang disupervisi, mulai membirakan rencana mengajar pada hari itu. Apa yang akan disajikan, bagaimana ia menyajikan bahan, sejauh mana siswa dilibatkan dalam kegiatan belajar mengajar, bagaimana guru mengetahui proses dan hasil siswa dan seterusnya.
2) Ada kesepakatan antara supervisor dengan yang disupervisi untuk memusatkan perhatian/pengamatan pada salah satu komponen pengajaran, misalnya keterlibatan siswa dalam proses belajara mengajar.
3) Diadakan kesepakatan mengenai bagaimana sebaiknya supervisor merekam atau mencatat hasil pengamatannya.
4) Karena tujuan supervisi klinis adalah membantu seseorang yang disupervisi, maka supervisi klinis bersifat terbuka. Artinya orang yang akan disupervisi berhak untuk mengetahui apa saja yang akan diamati selama yang bersangkutan melaksanakan tugas mengajar di kelasnya.
b. Pelaksanaan Pengamatan
Dalam kegiatan supervisi klinis yang akan ditujukan kepada guru, ada tiga kemungkinan pemusatan perhatian, yaitu: guru, siswa, atau interaksi siswa. Kegiatan guru yang mendapat fokus pengamatan, antara lain ialah bagaimana memulai tugasnya. Adakah kegiatan appersepsi, memancing pengetahuan siswa yang akan dipergunakan untuk memahami bahan ajaran baru? Bagaimana guru memberikan respon terhadap siswanya? Adakah ia mendukung terjadinya proses belajar siswa, atau bahkan menimbulkan kecil hati siswa, membunuh inisiatif atau kreatifitas siswa dan seterusnya.
Dalam proses belajar mengajar akan tampak apakah guru yang mendominasi kelas atau siswa yang lebih aktif? Seberapa banyak teknik bertanya yang mendorong siswa berpikir, mencari jalan untuk menyelesaikan masalah.
Jika pusa terhatian pengamatan ditujuan terhadap siswa, maka supervisor dapat mencatat beberapa banyak siswa memberikan respon terhadap pertanyaan atau pertanyaan guru. Hal lain yang dapat diamati dari siswa ialah berapa banyak waktu yang diperlukan untuk melaksanakan tugas-tugas belajar, seperti membaca, berdiskusi, mencatat, membuat soal dan sebagainya. Mungkin sekalin dapat diamati adanya seorang siswa di kelas yang lebih banyak tidak mengikuti pelajaran, tetapi melakukan hal-hal yang tidak bermanfaat, misalnya bercakap-cakap (ngobrol, bercanda), dan sebaginya. Selama pelajaran berlangsung, dalam kaitan ini apakah guru memperhatikannay atau ia asyik dengan siswa yang tekun dan rajin belajar dan tidak peduli terhadap yang lainya.
Selanjutanya pengamatan juga sangat penting dilakukan adalah pengamatan terhadap interaksi yang terjadi antara guru dan siswa dan antara siswa dengan siswa lainnya selama pelajaran berlangsung. Interaksi tersebut ada yang tidak direncanakan dan ada yang direncanakan. Yang dimaksud dengan interaksi yang tidak direncanakan ialah bentuk reaksi siswa terhadap penjelasan guru atau tehadap respon seorang siswa yang lain sebagai tanggapan dari pertanyaan guru. Lain halnya kalau siswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil untuk menyelesaikan suatu tugas atau mendiskusikan suatu topik. Kerja kelompok semacam ini memberikan kesempatan yang besar kepada siswa untuki berinteraksi, namun ada kalanya dapat diamati bahwa satu dua sisa tetap saja pasif dalam kelompok kerja tersebut. Dalam hal ini perlu diamati bagaimana sikap guru terhadap siswa yang demikian.
c. Pertemuan Pasca Pengamatan
Selesai pengamatan di ruang kelas, supervisor akan bertemu dengan guru yang sudah diamati. Pertemuan akhir ini sangat berguna bagi kedua belah pihak, baik guru maupun supervisor sendiri.
Pada bagian awal telah disebutkan kesepakatan yang dicapai pada pertemuan pendahuluan (pra pengamatan) akan dijadikan titik tolah pembahasan antara supervisor dengan guru yang diamati tersebut. Pembicaraan akan berkisar pada hasil pengamatan yang terpusat pada komponen-komponen yang disetujui sebelumnya.
Ada beberapa komponen yang setidaknya dapat dibahas dalam pertemuan pasca pengamatan. Komponen-komponen tersebut berkaitan dengan perencanaan dan persiapan mengajar, pendekatan yang diterapkan dalam pelaksanaan pengajaran, mempertimbangkan berbagai faktor situasional kelas pada waktu diamati dan pengakuan terhadap kemampuan-kemampuan pribadi yang sempat diamati. Supervisi klinis adalah satu bentuk kegiatan supervisi yang dilakukan oleh pengawas. Karena bentuknya yang monoakademik, maka setiap pengawas perlu memiliki keterampilan-keterampilan tertentu dalam melaksanakan supevisi klinis ini.
Adapun keterampilan-keterampilan yang dimaksudkan antara lain:
1) Membentuk kerangka;
2) Memusatkan perhatian kepada guru;
3) Memusatkan perhatian kepada siswa;
4) Memustkan perhatian kepada interaksi;
5) Mengkonsolidasikan analisi awal, dan
6) Manajerial.
Tujuan supervisi klinis adalah untuk mengingkatakan profesionalitas guru dengan penekanan pada perbaikan penampilan mengajar. Sehubungan dengan tujuan supervisi klinis tersebut, maka sasarannya adalah penampilan mengajar guru. Penampilan mengajar dapat dilihat dari aktualisasi aspek-aspek keterampilan yang dintujukkan oleh guru ketika melakukan proses belajar mengajar.
Untuk memberikan gambaran yang lebih kokret tentang aspek-aspek sasaran supervisi, sebagai berikut:
1) Siasat membuka dan menutup pelajaran;
2) Kefasihan bertanya;
3) Keterampilan menerangkan;
4) Fariasi stimulus;
5) Dorongan terhadap partisipasi sisws;
6) Ilustrasi dan menggunakan contoh-contoh;
7) Pengasaan kelas;
8) Keterampilan berkomunikasi;
9) Memberikan penguatan (reinforcement).
Berdasarkan uraian singkat di atas maka dapat diperjelas sebagai berikut: peranan supervisor selaku pengamat kegiatan supervisi klinis adalah keterampilan membentuk kerangka yang komponen-komponennya adalah membahas rencana pengajaran, bersepakat, mengenai fokus perhatiam, menentukan sarana perekaman dan sebagainya sebagai suatu kegiatan awal atau pertemuan pra pengamatan.
Sedangakan keterampilan memfokuskan perhatian pada guru, siswa, dan interaksi merupakan kegiatan dalam pelaksanaan pengamatan yang komponen-komponennya antara lain adalah pengidentifikasian kegiatan, petnabulasian tanggapan, pencatatan waktu pelaksanaan tugas, pencatatam saling pengertian, peranan, pengamatan pada komunikasi antara siswa dan pemantauan strategi.
Adapun dalam pertemuan pasca pengamatan diperlukan keterampilan mengkonsolidasikan analisi awal yang komponen-komponennya adalah penilaian terahadap perencanaan dan persiapan, memperhitungkan pendekatan, metode dan teknik belajar mengajar, mempertimbangkan faktor-faktor situasional dan pengakuan terhadap potensi pribadi.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 2-5 Bangsri. Berdasarkan waktu yang telah ditentukan serta instrumen pengamatan (observasi pelaksanaan supervisi) yang telah disiapkan, peneliti segera melaksanakan tindakan dengan dibantu oleh kepala SD Negeri 2-5 Bangsri Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara dan guru sebagai observator.
B. Perencanaan Tindakan
Prosedur tindakan penelitian didahului terlebih dahulu melakukan tindakan prasiklus dengan malaksanakan penilaian terhadap kegiatan belajar guru sebelum kegiatan supervisi dilaksanakan. Adapun rencana penelitian ditetapkan dengan rincian waktu sebagai berikut:
1. Pada hari Senin, tanggal 2 Maret 2009 melakukan tindakan siklus I, yaitu pertemuan Prapengamatan terhadap guru kelas;
2. Pada hari Selasa, tanggal 3 Maret 2009 melanjutkan tindakan siklus I, yaitu melaksanakan supervisi kunjungan kelas terhadap 3 guru kelas selama 6 jam pelajaran (tiap guru kelas 2 jam pelajaran);
3. pada hari Selasa, tangal 10 Maret 2009 melanjutkan tindakan siklus I, yaitu melaksanakan supervisi kunjungan kelas terhadap 3 guru kelas selama 6 jam pelajaran (tiap guru kelas 2 jam pelajaran);
4. pada hari Senin, 16 Maret 2009 melaksanakan tindakan siklus II, yaitu melaksanakan kunjungan kelas yang kedua pada siklus I kepada 3 guru kelas selama 6 jam pelajaran (tiap guru 2 jam pelajaran);
5. pada hari Selasa, 17 Maret 2009 melaksanakan tindakan siklus II, yaitu melaksanakan kunjungan kelas yang kedua pada siklus I kepada 3 guru kelas selama 6 jam pelajaran (tiap guru 2 jam pelajaran);
6. pada hari Kamis, 19 Maret 2009 melaksanakan tindakan siklus II, yaitu melaksanakan pasca pengamatan terhadap 6 guru kelas.
Dalam penelitian tindakan sekolah ini subyek yang menjadi sasaran penelitian yaitu kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran (sikap profesional guru dalam mengajar). Responden penelitian ini adalah guru kelas SD Negeri 2-5 Bangsri Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara tahun pelajaran 2008/2009 dengan jumlah responden 6 guru kelas.

Jakarta, Kompas - Pendidikan profesi guru bagi sarjana pendidikan dan nonpendidikan mulai dibuka September 2009. Pendaftaran calon guru yang hendak ikut pendidikan profesi ini dibatasi 40.000-50.000 orang yang ditetapkan pemerintah kota atau kabupaten.
”Pelaksanaannya tinggal menunggu keputusan Menteri Pendidikan Nasional soal penetapan perguruan tinggi yang boleh menyelenggarakan pendidikan profesi guru,” kata Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Fasli Jalal dalam acara peresmian Putera Sampoerna School of Education di Jakarta, Selasa (3/3).
Pendidikan profesi guru tersebut, kata Fasli, untuk mengantisipasi kebutuhan guru baru karena banyak guru yang akan pensiun.
”Namun jumlah calon guru yang boleh ikut dibatasi dan diseleksi sesuai dengan kuota yang disediakan pemerintah pusat dan daerah,” kata Fasli menambahkan.
Guru berkualitas
Fasli menjelaskan, pendidikan profesi guru ini untuk menghasilkan guru-guru profesional dan berkualitas yang bisa meningkatkan mutu pendidikan di sekolah-sekolah.
Pendidikan profesi guru taman kanak-kanak (TK) dan sekolah dasar (SD) dilaksanakan selama enam bulan, sedangkan pendidikan profesi guru untuk mata pelajaran di tingkat SMP, SMA dan SMK berlangsung selama satu tahun.
Adanya guru profesional ini diharapkan bisa membawa perubahan dalam
pembelajaran di kelas. Sebagai konsekuensinya, pemerintah mengalokasikan tunjangan profesi sebesar satu kali gaji pokok PNS setiap bulan bagi guru negeri dan swasta.
Fasli menyebutkan, pada tahun 2008 pemerintah mengalokasikan tunjangan profesi bagi guru yang sudah memiliki sertifikat pendidik senilai Rp 2,9 triliun. Pada 2014, jumlah tersebut meningkat hingga Rp 76 triliun.
S Gopinathan, Konsultan Senior Putera Sampoerna School of Education, mengatakan, guru yang berkualitas bisa mendorong siswa untuk bisa berprestasi baik. Pemerintah perlu bertanggung jawab untuk investasi pendidikan guru yang berkesinambungan demi terciptanya mutu pendidikan nasional yang diinginkan.
Putera Sampoerna School of Education yang didirikan Sampoerna Foundation ini membuka program strata satu pendidikan Matematika dan Bahasa Inggris. Dari 80 mahasiswa yang akan diterima pada tahun ajaran 2009/2010, sebanyak 40 mahasiswa diterima melalui jalur pendaftaran beasiswa secara penuh hingga kuliah selesai. (ELN)
Sumber: KOMPAS (Rabu, 4 Maret 2009)


Read More......
di 07:40 2 komentar Link ke posting ini
Selasa, 24 Februari 2009
Website Resmi MGMP PAI SMP Jateng
Dengan ini diinformasikan kepada kawan-kawan GPAI dan MGMP di seluruh Jawa Tengah bahwa Pengurus MGMP PAI SMP dan GPAI SMP Jawa Tengah telah memiliki website. Meskipun belum sempurna karena beberapa fasilitas belum sampai terisi, namun jangan khawatir karena secara berangsur-angsur website kita akan terus dibenahi.
Untuk dapat mengaksesnya klik http://www.mgmppaijateng.org/
Read More......
di 09:11 2 komentar Link ke posting ini
MAPSI SMP Jateng Diundur
Selaku ketua MGMP PAI Jateng, saya sampaikan kepada kawan-kawan MGMP Kab/Kota di Jawa Tengah bahwa kegiatan MAPSI SP JAteng agaknya tidak dapat dilaksanakan seperti rencana pada proposal. Dalam proposal yang telah panjenengan download direncanakan MAPSI Jateng akan dilaksanakan pada tanggal 6-7 Maret 2009. Namun sampai saat ini MGMP PAI SMP Jateng belum mendapatkan kepastian dari Depag mengenai kapan bantuan untuk kegiatan MAPSI 2009 tersebut.
Segenap pengurus MGMP PAI SMP Prov. Jateng mengucapkan terima kasih kepada MGMP Kab/Kota yang telah menggelar MAPSI tingkat Kab/Kota. Apa yang panjenengan lakukan Insya Allah tidak akan sia-sia karena bila sewaktu-waktu dana untuk kegiatan MAPSI Jateng dapat terealisasi, maka hasil seleksi yang panjenengan lakukan akan sangat membantu.
Semoga amal dan jerih payah kita dinilai ibadah dan jihad li-i'la-i kalimatillah.
Read More......
di 09:01 2 komentar Link ke posting ini
Sabtu, 31 Januari 2009
Audiensi DPP AGPAI dengan Depag

Pada tanggal 30 Januari 2009, Ketua DPP AGPAI, Drs. Afrizal Abuzar didampaingi perwakilan KKG/MGMP/AGPAI Jatim, Jateng, Yogya, DKI, dan Jabar melakukan audiensi Sekjen Depag yang kemudian diwakili oleh Direktur PAIS. Dalam audiensi tersebut DPP AGPAI mendesak agar tunjangan profesi bagi GPAI yang telah lulus sertifikasi tahun 2007 segera dicairkan. Usulan berikutnya adalah AGPAI merekomendasikan agar sertifikasi GPAI dan pembayaran tunjangan profesi dikembalikan kepada induk kepegawaian. Dengan demikian GPAI NIP 15 teteap disertifikasi oleh Depag, sedangkan GPAI NIP 13 dan GPAI NIP Pemda disertifikasi oleh Dinas Pendidikan/Depdiknas.
Adapun hasil yang diperoleh dalam audiensi tersebut menurut Afrizal adalah
1. Tunjangan profesi bagi GPAI akan segera dicairkan dalam waktu dekat.
2. Ususlan agar NIP 13 disertifikasi oleh Dinas Pendidikan/Depdiknas akan dikaji dengan instansi yang terkait.
Read More......
di 02:09 3 komentar Link ke posting ini
Tunjangan Profesi GPAI yang Lulus 2007

Jakarta, 29 Januari 2009
Kepada kawan-kawan GPAI, berikut ini saya tulis kutipan penjelasan Direktur PAIS, Dr. H. Imam Tholhah, MA kepada AGPAII (Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia) dan Pengurus MGMP/KKG dan AGPAI Prov. Jawa Timur, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, DKI Jakarta, dan Jawa Barat. Hal ini disampaikan dalam kegiatan Workshop Pendidikan Kritis Berprespektif Keadilan dan Kesetaraan Bagi GPAI.
Berikut kutipannya :
Tunjangan profesi untuk GPAI sebelum keluar PP No. 74 tahun 2008 tentang Guru, Depag menganggarkan melalui mata anggaran belanja pegawai untuk PNS. Untuk non PNS melalui bantuan sosial. Sedangkan Depdiknas menganggarkan semua melalui mata anggaran bantuan sosial.
Apa yang dilakukan Depag ini dimaksdkan agar tunjangan profesi GPAI ini masuk dalam gaji. Di dalam kesepakatan awal GPAI NIP 13… juga masuk dalam gaji. Setelah melakukan bargaining dengan Depdiknas, keputusannya nip 13 harus dibayar Depag.
Pada saat tunjangan tersebut akan dicairkan bulan September 2008 ada surat dari Depkeu agar ada Kepres mengenai tunjangan GPAI Nip. 13 ini. Dalam mewujudkan Kepres itu ternyata tidak mudah dan berbelit-belit sampai pada Ahhir bulan November 2008 . Pada bulan Desember dilakukan rapat gabungan antardepartemen yang melibatkan Depkumham. Depkumham berpendapat tidak perlu Kepres untuk masalah GPAI ini. Di dalam PP tentang Guru disebutkan bahwa angaran belanja pegawai dan bantuan sosial bisa digunakan untuk membayar tunjangan profesi. Untuk Nip 13.. dan guru swasta dianggarkan melalui bantuan sosial.
Read More......
di 01:51 0 komentar Link ke posting ini
Kamis, 22 Januari 2009
Depdiknas Susun Kriteria Kinerja Guru

www.depdiknas.go.id

Jakarta, Kamis (22 Januari 2009) -- Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (Ditjen PMPTK) Depdiknas akan menyusun kriteria kinerja guru. Dirjen PMPTK Baedowi mengatakan, kriteria kinerja ini akan dijadikan indikator untuk melakukan pembayaran tunjangan profesi guru. Selain itu, dapat digunakan untuk mengevaluasi kemampuan profesional guru bagi yang telah mendapatkan sertifikat profesi.

Baedhowi mengatakan, penerbitan sertifikat profesi bagi guru adalah untuk keprofesiannya, tetapi pembayaran tunjangan profesi adalah berdasarkan atas kinerjanya. Salah satu syaratnya, kata dia, sesuai Peraturan Pemerintah No.74 Tahun 2008 tentang Guru, yakni memenuhi beban kerja guru paling sedikit 24 jam tatap muka dalam satu minggu. "Jadi kinerjanya itu walaupun memenuhi 24 jam tatap muka, tetapi harus dilihat indikator kinerja yang sekarang sedang dikerjakan," katanya usai mengikuti acara penandatanganan MoU bidang pendidikan antara Indonesia dengan Turki di Depdiknas, Jakarta, Kamis (22/1/2009).

Baedhowi menyebutkan, jumlah kumulasi guru yang telah disertifikasi pada 2007 dan 2008 adalah sekitar 360.000 orang. Mulai Januari 2009, kata dia, sudah dipersiapkan pembayaran tunjangan profesinya. Sementara, target guru yang disertifikasi pada 2009 adalah sebanyak 200.000 orang dan pembayaran tunjangan profesinya akan dimulai pada 2010. "Pembayaran ditujukan terutama bagi peserta yang sudah lulus lama, sedangkan yang baru lulus diminta melengkapi berkas untuk diterbitkan SK tunjangan profesi pendidik," katanya.

Baedhowi menegaskan, tidak ada perubahan dalam sistem sertifikasi guru, tetapi perubahan pada pekerjaan kepengawasan terutama bagi pengawas dalam jabatan. Menurut dia, untuk menjaga agar pengawas bekerja secara profesional diperlukan pengawas yang betul - betul memahami proses pembelajaran. "Kalau pengawas tidak menguasai proses pembelajaran kan sulit. Oleh karena itu, dicari mereka yang punya pengalaman sebagai guru atau kepala sekolah," katanya.
Read More......
di 08:21 3 komentar Link ke posting ini
Rabu, 21 Januari 2009
Mereka datang dari Pelobi yang Sama

Sabili, 21 Januari 2009

Pada November 2008, Rahm Emanuel (seorang Yahudi, anak seorang Israel ) baru saja ditawarkan jabatan oleh Obama menjadi White House Chief Of Staff. Dan lebih mengagetkan lagi bila mentor Obama sendiri yaitu Abner Mikva menyatakan "Obama will be the first Jewish President Of USA " dalam Jerusalem Post pada 5 November 2008 .

Barrack nama pertama Obama adalah nama Yahudi yang berasal dari ayat "Baruch". Kebanyakan ahli ibadat Yahudi menggunakan nama "Baruch" sebagai nama pertama mereka. Bekas perdana menteri Israel Ehud Barak juga mengambil nama "Baruch". Nama kedua Obama juga hampir sama dengan "Ahabah". Bent Ahabah adalah nama untuk sinagog (satu upacara multilation untuk bayi-bayi Yahudi).


Ketika berusia 10 tahun, Obama pernah ke sekolah sosialis Yahudi atau disebut "kibbutz". Obama menyatakan bahwa dia hanya menggunakan tanda sekolah itu pada waktu itu. Namun ada saksi lain menyatakan bahawa Obama telah menghadiri kelas selama tiga jam di sekolah tersebut.


Obama mendapat sejumlah 77% suara dari Yahudi. Berbanding John Kerry yang hanya mendapat 74% suara dari Yahudi pada 2004. Pada tahun 2000, Al Gore paling banyak mendapat suara dari Yahudi yaitu sejumlah 79%. Obama mendapat banyak dukungan Yahudi di Connecticut dan Massachusetts . Di Connecticut, 61% Yahudi menyokong Obama. Yahudi mulai suka pada Obama kerana banyak kenyataan Obama secara terbuka menyokong rejim Israel .

"My view is that the United States' special relationship with Israel obligates us to be helpful to them in the search for credible partners with whom they can make peace, while also supporting Israel in defending itself against enemies sworn to its destruction" kata Obama pada Haaretz (media Israel) pada 15 Februari 2007.

Ramai orang bergembira melihat Barrack Obama menang Presiden Amerika Syarikat. Seolah Barrack Obama adalah Presiden Dunia yang baru. Ramai yang tidak sadar bahawa rekor peperangan yang dibuat oleh Demokrat adalah lebih banyak dari Republikan. Namun ada juga yang menyebut bahwa tidak ada bedanya antara Bush dan Obama. Cuma mungkin yang baru ini adalah "Bush Kulit Hitam". Benarkah begitu?


"Our job is to rebuild the road to real peace and lasting security throughout the region. Our job is to do more than lay out another road map. That effort begins with a clear and strong commitment to the security of Israel : Our strongest ally in the region and its only established democracy. That will always be my starting point." ucapan Obama ketika bicara kepada kumpulan American Israel Public Affairs Committee (AIPAC) di Chicago pada 2 Mac 2007.

Nampaknya jika dasar Bush dianggap sebagai kejam dan keras terhadap dunia Islam, apa kurangnya dengan Obama? Dasar Obama mungkin halus dan "musuh dalam selimut". Musuh yang "silent killer" lebih bahaya dari musuh yang nampak secara nyata. Presiden Amerika tetap Presiden Amerika, mereka datang dari pelobi yang sama.

Berhati-hatilah kita...
Read More......
di 02:58 0 komentar Link ke posting ini
Selasa, 20 Januari 2009
Presiden Barack Husein Obama

Pelantikan presiden ke-44 Amerika Serikat disambut dengan inaugurasi yang begitu meriah. Jutaan manusia berkumpul menyambut pemimpin baru negara adikuasa tersebut. Walaupun cuaca begitu dingin antara 0-40 C tak menyurutkan keinginan mereka untuk menyaksikan pelantikan presiden baru ini.
Fenomena ini bisa jadi merupakan indikasi bahwa Barack Husein Obama merupakan manusia yang dianggap oleh mayoritas bangsa amerika sebagai figure terbaik di negeri paman sam. Seperti orasinya pada saat kampanye, obama menjanjikan perubahan di Amerika dan dunia.
Ketika bangsa Amerika memilih George W Bush dalam 2 periode, ternyata mereka telah memilih pemimpin yang salah. Selama kepemempininan Bush, citra amerika di mata dunia semakin terpuruk. Dan di akhir pemerintahannya amerika mengalami krisis ekonomi yang sangat serius. Pemerintahan Bush juga menyisakan masalah kemanusiaan di Irak. Di penghujung pemerintahannya Bush juga membiarkan pembantaian ribuan nyawa rakyat Palestina oleh serdadu Israel. Benar-benar akhir pemerintahan anak manusia yang gemar berperang dan berhati bengis. Akhir kepemimpinan yang suul khatimah (akhir yang penuh cela).
Menyaksikan begitu buruknya perilaku Bush, muncul pertanyaan ekstrim yang di benak hati nurani kita. Masih adakah manusia yang berhati baik di bumi Amerika? Bangsa amerika menjawab, masih ada. Dia adalah Obama, the ultimate hope. Nama obama begitu dipertaruhkan untuk dapat mengembalikan citra bangsa Amerika yang suka berperang.
Sebagian dari pembaca barangkali akan berkilah, jangan main gebyah uyah terhadap Amerika, karena orang amerika tidak hanya Bush. Memang, namun tak bisa dipungkiri bahwa bush adalah bagian yang tak terpisahkan dari bangsa Amerika, Bush adalah pemimpin Amerika, dan selama delapan tahun belakangan ini keputusan politik Bush adalah representasi dari kehendak Amerika itu sendiri. Di samping itu serdadu yang dikirim oleh bush Bush ke irak adalah orang-orang Amerika. Tidak mungkin dia mengatasnamakan segala tindakannya sebagai orang Kenya, Korea atau China, bukan?
Pasca terpilihnya Obama menjadi presiden yang ke-44, kini dunia menunggu bagaimana dia memandang agresi militer Amerika di Irak dengan kacamata kemanusiaan. Dunia menanti obama memaknai konflik antara Israel dan palestina bukan sebagai perang agama namun sebagai sebuah tragedi kemanusiaan. Dunia juga menunggu bagaimana obama mengintrtepretasikan terorisme secara rasional dan objektif.
Dalam pidato pertamanya sebagai presiden, Barack menyatakan bahwa Amerika adalah teman dari semua bangsa dan siap memimpin dunia. Amerika akan kedepankan dimensi kemanusiaan. Janji obama adalah terjadinya perubahan, dan dunia berharap perubahan yang dilakukan oleh obama dalam 4 tahun ke depan adalah perubahan yang berorientasi kepada terciptanya perdamaian dunia. Jika ternyata perubahan yang dijanjikan oleh obama tersebut adalah perubahan yang lebih buruk dari para pendahulunya, maka tidak terlalu salah jka saya menulis bahwa tak bisa ditemukan orang berhati baik dari bangsa Amerika.
Read More......
di 10:26 1 komentar Link ke posting ini
Senin, 19 Januari 2009
Pemanfaatan IT untuk pembelajaran PAI
Ketika IT begitu berkembang pesat, saya teringat dengan masalah klasik yang sering muncul di dalam pembelajaran PAI, yakni banyaknya keluhan bahwa materi/kompetensi dalam PAI sangat banyak sementara alokasi waktu yang tersedia hanya 3 jam pelajaran untuk SD, SMP dan SMA/SMK hanya 2 jam pelajaran. Ditambah lagi dalam struktur kulikulum sekarang (KTSP) jam pelajaran SD hanya 35 menit, SMP 40 menit dan SMA/SMK tetap 45 menit dalam satu jam pelajaran. Dalam kondisi seperti ini, GPAI dituntut untuk mampu mendesain pembelajaran seefektif mungkin, sehingga kompetensi yang diharapkan dapat tercapai dan tidak terkesan hanya mengejar target menyelesaikan materi.
Salah satu cara untuk mengefektifkan pembelajaran adalah dengan memilih dan memanfaatkan sumber dan media pembelajaran secara tepat. Media pembelajaran yang tepat sangat memungkinkan siswa lebih cepat menyerap materi dan kemampuan yang diharapkan serta membantu guru dalam menerapkan model/style pembelajaran yang lebih bervariasi.

Anda dapat mendownload makalah secara lengkap, klik di sini.

• Administrasi adalah proses yang pada umumnya terdapat pada semua usaha kelompok, pemerintah atau swasta, sipil atau militer, besar atau kecil (White, 1958).
• Administrasi sebagai kegiatan kelompok yang mengadakan kerjasama guna menyelesaikan tugas bersama (Simon, 1958).
• Administrasi didefinisikan sebagai bimbingan, kepemimpinan dan pengawasan usaha kelompok individu guna mencapai tujuan bersama (Newman, 1963).
• Pengertian Administrasi dalam bahasa Indonesia ada 2 (dua) :
o Administrasi berasal dari bahasa Belanda, "Administratie" yang merupakan pengertian Administrasi dalam arti sempit, yaitu sebagai kegiatan tata usaha kantor (catat-mencatat, mengetik, menggandakan, dan sebagainya). Kegiatan ini dalam bahasa Inggris disebut : Clerical works (FX.Soedjadi, 1989).
o Administrasi dalam arti luas, berasal dari bahasa Inggris "Administration" , yaitu proses kerjasama antara dua orang atau lebih berdasarkan rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditentukan (S.P. Siagian, 1973)
Berdasarkan hal tersebut diatas, administrasi ialah proses penyelenggaraan kerja yang dilakukan bersama-sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Administrasi, baik dalam pengertian luas maupun sempit di dalam penyelenggaraannya diwujudkan melalui fungsi-fungsi manajemen, yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan.
Jadi administrasi adalah penyelenggaraannya, dan manajemen adalah orang-orang yang menyelenggarakan kerja. Maka kombinasi dari keduanya adalah penyelenggaraan kerja yang dilakukan oleh orang-orang secara bersama-sama (kerjasama) untuk mencapai tujuan yang yang telah ditetapkan.

Administrasi Pendidikan
ADMINISTRASI/MANAJEMEN PENDIDIKAN
Dalam pembahasan ini, konsep administrasi dipandang sama dengan konsep Manajemen. Manajemen Pendidikan terdiri dari dua kata yaitu manajemen dan pendidikan, secara sederhana manajemen pendidikan dapat diartikan sebagai manajemen yang diterapkan dalam bidang pendidikan dengan spesifikasi dan ciri-ciri khas yang berkaitan dengan pendidikan. Oleh karena itu pemahaman tentang manajemen pendidikan menuntut pula pemahaman tentang manajemen secara umum. Berikut ini akan dikemukakan tentang makna manajemen.
1. Konsep Administrasi/Manajemen
Dari segi bahasa management berasal dari kata manage (to manage) yang berarti “to conduct or to carry on, to direct” (Webster Super New School and Office Dictionary), dalam Kamus Inggeris Indonesia kata Manage diartikan “Mengurus, mengatur, melaksanakan, mengelola”(John M. Echols, Hasan Shadily, Kamus Inggeris Indonesia) , Oxford Advanced Learner’s Dictionary mengartikan Manage sebagai “to succed in doing something especially something difficult….. Management the act of running and controlling business or similar organization” sementara itu dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Manajemen diartikan sebagai “Prose penggunaan sumberdaya secara efektif untuk mencapai sasaran”(Kamus Besar Bahasa Indonesia). Adapun dari segi Istilah telah banyak para ahli telah memberikan pengertian manajemen, dengan formulasi yang berbeda-beda, berikut ini akan dikemukakan beberapa pengertian manajemen guna memperoleh pemahaman yang lebih jelas.
Tabel 2.1.
Pendapat Pakar tentang Manajemen/Administrasi
No Pengertian Administrasi/manajemen Pendapat
1. The most comporehensive definition views management as an integrating process by which authorized individual create, maintain, and operate an organization in the selection an accomplishment of it’s aims (Lester Robert Bittel (Ed), 1978 : 640)
2. Manajemen itu adalah pengendalian dan pemanfaatan daripada semua faktor dan sumberdaya, yang menurut suatu perencanaan (planning), diperlukan untuk mencapai atau menyelesaikan suatu prapta atau tujuan kerja yang tertentu (Prajudi Atmosudirdjo,1982 : 124)
3. Management is the use of people and other resources to accomplish objective ( Boone& Kurtz. 1984 : 4)
4. .. management-the function of getting things done through people (Harold Koontz, Cyril O’Donnel:3)
5. Manajemen merupakan sebuah proses yang khas, yang terdiri dari tindsakan-tindakan : Perencanaan, pengorganisasian, menggerakan, dan poengawasan, yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumberdaya manusia serta sumber-sumber lain (George R. Terry, 1986:4)
6. Manajemen dapat didefinisikan sebagai ‘kemampuan atau ketrampilan untuk memperoleh sesuatu hasil dalam rangka pencapaian tujuan melalui kegiatan-kegiatan orang lain’. Dengan demikian dapat pula dikatakan bahwa manajemen merupakan alat pelaksana utama administrasi (Sondang P. Siagian. 1997 : 5)
7. Management is the process of efficiently achieving the objectives of the organization with and through people De Cenzo&Robbin
1999:5
dengan memperhatikan beberapa definisi di atas nampak jelas bahwa perbedaan formulasi hanya dikarenakan titik tekan yang berbeda namun prinsip dasarnya sama, yakni bahwa seluruh aktivitas yang dilakukan adalah dalam rangka mencapai suatu tujuan dengan memanfaatkan seluruh sumberdaya yang ada, sementara itu definisi nomor empat yang dikemukakan oleh G.R Terry menambahkan dengan proses kegiatannya, sedangkan definisi nomor lima dari Sondang P Siagian menambah penegasan tentang posisi manajemen hubungannya dengan administrasi. Terlepas dari perbedaan tersebut, terdapat beberapa prinsip yang nampaknya menjadi benang merah tentang pengertian manajemen yakni :
1. Manajemen merupakan suatu kegiatan
2. Manajemen menggunakan atau memanfaatkan pihak-pihak lain
3. Kegiatan manajemen diarahkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu
Setelah melihat pengertian manajemen, maka nampak jelas bahwa setiap organisasi termasuk organisasi pendidikan seperti Sekolah akan sangat memerlukan manajemen untuk mengatur/mengelola kerjasama yang terjadi agar dapat berjalan dengan baik dalam pencapaian tujuan, untuk itu pengelolaannya mesti berjalan secara sistematis melalui tahapan-tahapan dengan diawali oleh suatu rencana sampai tahapan berikutnya dengan menunjukan suatu keterpaduan dalam prosesnya, dengan mengingat hal itu, maka makna pentingnya manajemen semakin jelas bagi kehidupan manusia termasuk bidang pendidikan.
2. Konsep Administrasi/Manajemen Pendidikan
Setelah memperoleh gambaran tentang manajemen secara umum maka pemahaman tentang manajemen pendidikan akan lebih mudah, karena dari segi prinsip serta fungsi-fungsinya nampaknya tidak banyak berbeda, perbedaan akan terlihat dalam substansi yang dijadikan objek kajiannya yakni segala sesuatu yang berkaitan dengan masalah pendidikan.
Oteng Sutisna (1989:382) menyatakan bahwa Administrasi pendidikan hadir dalam tiga bidang perhatian dan kepentingan yaitu : (1) setting Administrasi pendidikan (geografi, demograpi, ekonomi, ideologi, kebudayaan, dan pembangunan); (2) pendidikan (bidang garapan Administrasi); dan (3) substansi administrasi pendidikan (tugas-tugasnya, prosesnya, asas-asasnya, dan prilaku administrasi), hal ini makin memperkuat bahwa manajemen/administrasi pendidikan mempunyai bidang dengan cakupan luas yang saling berkaitan, sehingga pemahaman tentangnya memerlukan wawasan yang luas serta antisipatif terhadap berbagai perubahan yang terjadi di masyarakat disamping pendalaman dari segi perkembangan teori dalam hal manajemen/administrasi.
Dalam kaitannya dengan makna manajemen/Administrasi Pendidikan berikut ini akan dikemukakan beberapa pengertian manajemen pendidikan yang dikemukakan para ahli. Dalam hubungan ini penulis mengambil pendapat yang mempersamakan antara Manajemen dan Administrasi terlepas dari kontroversi tentangnya, sehingga dalam tulisan ini kedua istilah itu dapat dipertukarkan dengan makna yang sama.
Tabel 2.2.
Pendapat Pakar tentang Administrasi/manajemen Pendidikan
No Pengertian Administrasi/manajemen Pendidikan Pendapat
1. Administrasi pendidikan dapat diartikan sebagai keseluruhan proses kerjasama dengan memanfaatkan semua sumber personil dan materil yang tersedia dan sesuai untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien… Djam’an Satori, (1980: 4)
2. Dalam pendidikan, manajemen itu dapat diartikan sebagai aktivitas memadukan sumber-sumber pendidikan agar terpusat dalam usaha mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan sebelumnya Made Pidarta, (1988:4)
3. Manajemen pendidikan ialah proses perencanaan, peng-organisasian, memimpin, mengendalikan tenaga pendidikan, sumber daya pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan, mencerdaskan kehidupan bangsa, mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti yang luhur, memiliki pengetahuan, keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap, mandiri, serta bertanggung jawab kemasyarakat dan kebangsaan Biro Perencanaan Depdikbud, (1993:4)
4. educational administration is a social process that take place within the context of social system Castetter. (1996:198)
5. Manajemen pendidikan dapat didefinisikan sebagi proses perencanaan, pengorganisasian, memimpin, mengendalikan tenaga pendidikan, sumber daya pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan… Soebagio Atmodiwirio. (2000:23)
6. Manajemen pendidikan ialah suatu ilmu yang mempelajari bagaimana menata sumber daya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara produktif dan bagaimana menciptakan suasana yang baik bagi manusia yang turut serta di dalam mencapai tujuan yang disepakati bersama Engkoswara (2001:2)
dengan memperhatikan pengertian di atas nampak bahwa manajemen/administrasi pendidikan pada prinsipnya merupakan suatu bentuk penerapan manajemen atau administrasi dalam mengelola, mengatur dan mengalokasikan sumber daya yang terdapat dalam dunia pendidikan, fungsi administrasi pendidikan merupakan alat untuk mengintegrasikan peranan seluruh sumberdaya guna tercapainya tujuan pendidikan dalam suatu konteks sosial tertentu, ini berarti bahwa bidang-bidang yang dikelola mempunyai kekhususan yang berbeda dari manajemen dalam bidang lain.
Menurut Engkoswara (2001:2) wilayah kerja manajemen pendidikan dapat digambarkan secara skematik sebagai berikut :
Perorangan
Garapan
Fungsi SDM SB SFD
Perencanaan TPP

Pelaksanaan
Pengawasan
Kelembagaan
Gambar 2.1.
Ruang Lingkup Manajemen Pendidikan
gambar di atas menunjukan suatu kombinasi antara fungsi manajemen dengan bidang garapan yakni sumber Daya manusia (SDM), Sumber Belajar (SB), dan
Sumber Fasilitas dan Dana (SFD), sehingga tergambar apa yang sedang dikerjakan dalam konteks manajemen pendidikan dalam upaya untuk mencapai Tujuan Pendidikan secara Produktif (TPP) baik untuk perorangan maupun kelembagaan
Lembaga pendidikan seperti organisasi sekolah merupakan kerangka kelembagaan dimana administrasi pendidikan dapat berperan dalam mengelola organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dilihat dari tingkatan-tingkatan suatu organisasi dalam hal ini sekolah, administrasi pendidikan dapat dilihat dalam tiga tingkatan yaitu tingkatan institusi (Institutional level), tingkatan manajerial (managerial level), dan tingkatan teknis (technical level) (Murphy dan Louis, 1999). Tingkatan institusi berkaitan dengan hubungan antara lembaga pendidikan (sekolah) dengan lingkungan eksternal, tingkatan manajerial berkaitan dengan kepemimpinan, dan organisasi lembaga (sekolah), dan tingkatan teknis berkaitan dengan proses pembelajaran. Dengan demikian manajemen pendidikan dalam konteks kelembagaan pendidikan mempunyai cakupan yang luas, disamping itu bidang-bidang yang harus ditanganinya juga cukup banyak dan kompleks dari mulai sumberdaya fisik, keuangan, dan manusia yang terlibat dalam kegiatan proses pendidikan di sekolah
Menurut Consortium on Renewing Education (Murphy dan Louis, ed. 1999:515) Sekolah (lembaga pendidikan) mempunyai lima bentuk modal yang perlu dikelola untuk keberhasilan pendidikan yaitu :
1. Integrative capital
2. Human capital
3. Financial capital
4. Social capital
5. Political capital
modal integratif adalah modal yang berkaitan dengan pengintegrasian empat modal lainnya untuk dapat dimanfaatkan bagi pencapaian program/tujuan pendidikan, modal manusia adalah sumberdaya manusia yang kemampuan untuk menggunakan pengetahuan bagi kepentingan proses pendidikan/pembelajaran, modal keuangan adalah dana yang diperlukan untuk menjalankan dan memperbaiki proses pendidikan, modal sosial adalah ikatan kepercayaan dan kebiasaan yang menggambarkan sekolah sebagai komunitas, dan modal politik adalah dasar otoritas legal yang dimiliki untuk melakukan proses pendidikan/pembelajaran.
Dengan pemahaman sebagaimana dikemukakan di atas, nampak bahwa salah satu fungsi penting dari manajemen pendidikan adalah berkaitan dengan proses pembelajaran, hal ini mencakup dari mulai aspek persiapan sampai dengan evaluasi untuk melihat kualitas dari suatu proses tersebut, dalam hubungan ini Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan yang melakukan kegiatan/proses pembelajaran jelas perlu mengelola kegiatan tersebut dengan baik karena proses belajar mengajar ini merupakan kegiatan utama dari suatu sekolah (Hoy dan Miskel 2001). Dengan demikian nampak bahwa Guru sebagai tenaga pendidik merupakan faktor penting dalam manajemen pendidikan, sebab inti dari proses pendidikan di sekolah pada dasarnya adalah guru, karena keterlibatannya yang langsung pada kegiatan pembelajaran di kelas. Oleh karena itu Manajemen Sumber Daya Manusia Pendidik dalam suatu lembaga pendidikan akan menentukan bagaimana kontribusinya bagi pencapaian tujuan, dan kinerja guru merupakan sesuatu yang harus mendapat perhatian dari fihak manajemen pendidikan di sekolah agar dapat terus berkembang dan meningkat kompetensinya dan dengan peningkatan tersebut kinerja merekapun akan meningkat, sehingga akan memberikan berpengaruh pada peningkatan kualitas pendidikan sejalan dengan tuntutan perkembangan global dewasa ini


Pada saat bahasa Inggris mempunyai peran yang semakin penting seperti saat ini, diperlukan guru-guru bahasa Inggris yang amat bagus, yang dapat dikatakan ideal, melebihi rekan-rekan sejawatnya untuk dapat mencapai tujuan nasional pendidikan di Indonesia. Siapa sesungguhnya guru bahasa Inggris yang ideal tersebut? Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan kompetensi profesional yang dimiliki guru-guru Bahasa Inggris yang istimewa di sekolah menengah (SMP dan SMA). Masalah utama penelitian ini kemudian dielaborasi ke dalam tiga sub-masalah, yaitu: 1) kompetensi-kompetensi yang dimiliki guru-guru Bahasa Inggris yang istimewa di setiap sekolah yang diteliti, 2) cara para guru istimewa tersebut memperoleh kompetensi mereka, dan 3) cara para guru tersebut dinominasikan menjadi guru yang istimewa di sekolah mereka. Penelitian ini menggunakan desain etnografi, dan data dikumpulkan melalui observasi yang didukung oleh wawancara dan kuesioner. Kuesioner disebarkan pada guru-guru mata pelajaran lain, dan para guru Bahasa Inggris di setiap sekolah yang diteliti. Wawancara dilakukan dengan Kepala Sekolah, para guru mata pelajaran lain, siswa, dan guru-guru yang istimewa itu sendiri. Para guru Bahasa Inggris yang istimewa tersebut kemudian disebut sebagai subjek, sedangkan pihak-pihak lain yang diwawancara disebut sebagai informan. Observasi dilakukan di kelas dan juga di luar kelas para guru istimewa, untuk melihat performa mereka dalam mengajar, dan interaksi mereka dengan para siswa dan anggota masyarakat sekolah yang lain.
Penelitian ini dilaksanakan di empat lokal, yaitu Malang Kota, Lawang (Kabupaten Malang), Kabupaten Sidoarjo, dan Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Sekolah yang digunakan sebagai tempat penelitian meliputi satu SMA (SMA N 8, Malang), dan tiga SMP (SMPN I Sidoarjo, SMP N I Lawang, dan SMP N 3 X Koto, Singkarak, Kabupaten Solok). Dasar pemilihan keempat lokal ini adalah informasi dan nominasi dari para informan yang mengenal guru-guru Bahasa Inggris di keempat sekolah tersebut. Para informan dan subjek adalah peserta di beberapa pelatihan Departemen Pendidikan Nasional di mana peneliti adalah salah satu instruktur. Sebagai peserta pelatihan, keempat guru subjek penelitan ini menunjukkan kinerja yang sangat menonjol dari segi partisipasi dalam semua kegiatan, kemauan menolong sesama peserta, dan prestasi yang sangat baik dalam semua evaluasi pelatihan. Selain itu, sekolah-sekolah tempat mereka mengajar memberikan variasi konteks bagi penelitian ini; SMA berada di Malang Kota, salah satu SMP berada di suatu kota kabupaten yang besar dan moderen (Sidoarjo), SMP yang lain berada di suatu kota kabupaten kecil dengan adat Muslim yang kuat (Solok), dan satu SMP lagi terletak di suatu kota kecamatan di kabupaten Malang (Lawang).
Sebagai sebuah studi etnografi, data bagi penelitian ini dikumpulkan melalui beberapa kunjungan ke lokal penelitian, di mana peneliti berperan sebagai pembelajar, dan bukan seorang pakar. Peneliti bergaul akrab dengan para informan dan mengobservasi para subjek dalam observasi partisipatori pasif. Di samping keempat subjek dalam penelitian ini, peneliti juga mengumpulkan data dalam bentuk jajak pendapat dan wawancara dengan guru-guru di luar keempat lokal penelitian.
Temuan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa tiga dari keempat subjek memang benar-benar memiliki kompetensi profesional yang membuat mereka layak disebut sebagai guru luar biasa/ istimewa. Gelar tersebut mereka dapatkan melalui nominasi oleh para siswa, rekan sejawat, dan Kepala Sekolah, yang semua menyatakan hal-hal yang mirip. Namun demikian, satu dari keempat guru istimewa tersebut, menurut peneliti, kurang layak disebut sebagai guru istimewa. Yang menarik dalam hal ini adalah, di keempat lokal, yang masing-masingnya berada di konteks yang berbeda, para informan memiliki pandangan dan harapan yang sangat mirip tentang karakteristik guru Bahasa Inggris yang ideal. Pandangan-pandangan dan harapan tersebut sesuai dengan standar kompetensi guru yang dikemukakan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan. Bedanya, standar dan kriteria yang ditemukan dalam penelitian ini lebih berfokus pada kompetensi guru Bahasa Inggris di SMP/SMA, sebagaimana dikemukakan oleh para informan dan dirumuskan sendiri oleh peneliti.
Hal lain yang dimiliki oleh ketiga subjek adalah cara mereka memperoleh kompetensi mereka. Mereka semua telah lolos sertifikasi guru, dan mereka aktif di dalam MGMP; dengan demikian mereka paham betapa pentingnya mengembangkan profesionalisme. Mereka berusaha meningkatkan kompetensi profesional mereka melalui seminar, lokakarya, dan mereka juga sering diundang menjadi nara sumber dalam pelatihan di sekolah lain, dan bahkan terkadang dalam tingkat propinsi. Singkatnya, mereka adalah guru-guru profesional yang mau berbagi pengetahuan dan keterampilan mereka denag guru-guru lain. Mereka memperoleh kompetensi mereka melalui berbagai kegiatan in-service training, baik yang diselenggarakan Departemen Pendidikan Nasional mau pun atas prakarsa mereka sendiri.
Semua subjek dalam penelitian ini dinominasikan menjadi guru istimewa karena performa mereka, dedikasi, komitmen dan prestasi mereka dalam profesinya.
Berdasarkan kesimpulan yang didapat melalui penelitian ini, peneliti kemudian mengemukakan sebuah teori tentang kompetensi-kompetensi apa saja yang perlu dikuasai oleh guru Bahasa Inggris di SMP/SMA, dan apa saja kriteria yang dapat digunakan untuk menilainya. Berdasarkan kriteria tersebut disusunlah suatu profil guru Bahasa Inggris yang ideal: seorang guru Bahasa Inggris ideal di SMP/SMA adalah seseorang yang, di atas segalanya, memiliki kompetensi kepribadian yang menonjol. Kompetensi ini nantinya akan mengarahkan dia menuju pencapaian kompetensi-kompetensi lain, yaitu kompetensi pedagogis, bidang studi, dan sosial. Keempat kompetensi tersebut harus berjalan seiring dan saling melengkapi, namun tetap, kompetensi kepribadian harus mendapat bobot yang terbesar.
A. Latar Belakang Masalah
Dalam sistem pendidikan nasional kita, eksistensi guru sangat penting. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini di jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah (Pasal 1 ayat 1 UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen). Guru merupakan sebutan dari istilah pendidik yang memegang peranan penting dalam pendidikan. Guru merupakan jabatan atau profesi yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru. Pekerjaan ini tidak dapat dilakukan oleh orang yang tidak memiliki keahlian sebagai guru.
Profesi guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat. Berdasarkan prinsip ini, maka agar guru mampu menyandang predikat sebagai seorang professional Ia harus selalu mengembangkan diri agar profesionalismenya mampu menjawab permasalahan-permasalahan pendidikan yang setiap saat terus berubah karena tuntutan masyarakat dan perubahan global.
Hingga kini persoalan guru belum pemah terselesaikan secara tuntas. Persoalan guru di Indonesia terkait dengan masalah-masalah kualifikasi yang rendah, pembinaan yang terpusat, perlindungan profesi yang belum memadai dan persebarannya yang tidak merata sehingga menyebabkan kekurangan guru di beberapa lokasi (Purwanto, 2002). Segala persoalan guru tersebut timbul oleh karena adanya berbagai sebab dan masing-masing saling mempengaruhi. Pada penulisan ini difokuskan pada masalah rendahnya profesionalisme guru.
Tidak berlebihan jika profesionalisme guru saat ini dinilai masih memprihatinkan. Kiranya data lebih 10 tahun lalu sebagaimana dilaporkan Bahrul Hayat dan Umar (Adiningsih: 2002) yang mengemukakan nilai rerata nasional tes calon guru PNS di SD, SLTP, SLTA, dan SMK tahun 1998/1999 untuk bidang studi matematika hanya 27,67 dari interval 0-100 masih dapat untuk menggambarkan kualitas calon guru saat ini, artinya mereka hanya menguasai 27,67% dari materi yang seharusnya dikuasai. Hal serupa juga terjadi pada bidang studi fisika (27,35%), biologi (44,96%), kimia (43,55%), dan bahasa Inggris (37,57%). Nilai-nilai di atas tentu jauh dari batas ideal, yaitu minimum 75% sehingga seorang guru bisa mengajar dengan baik.
Temuan lain yang lebih memprihatinkan adalah penelitian dari Konsorsium Ilmu Pendidikan (2000) yang memperlihatkan bahwa 40% guru SMP dan 33% guru SMA mengajar bidang studi di luar bidang keahliannya.
Paparan di atas menggambarkan sekilas kualitas guru di Indonesia, bagimana dapat dikatakan profesional jika penguasaan materi matapelajaran yang diajarkannya masih kurang, dan bagaimana dikatakan profesional jika masih ada 33% guru yang mengajar di luar bidang keahliannya. “Professionals are specialists and experts inside their fields; their expertise is not intended to be necessarily transferable to other areas, consequently they claim no especial wisdom or sagacity outside their specialties” (Geist, 2002). Profesional adalah seorang spesialis dan ahli di bidangnya; keahlian mereka tidak dimaksudkan untuk digunakan pada bidang lainnya, mereka menilai dirinya tidak memiliki kecerdikan khusus di luar spesialis mereka sebagai guru.
Rendahnya profesionalisme guru juga tercermin pada fenomena kinerja guru dalam pengelolaan program pembelajarannya sesehari. Kita amati misalnya dalam menyusun program pembelajaran guru kebanyakan tidak menyusun sendiri, melainkan tinggal menggunakan karya Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Bagaimana kreativitas guru dapat berkembang dalam menyusun program pembelajaran jika program tinggal menggunakan yang sudah jadi. Dalam melaksanakan prosedur pembelajaran pun kebanyakan guru tidak mengacu pada rencana pembelajaran yang mereka miliki, penggunaan metode dan media pembelajaran kebanyakan masih tradisional dan kurang inovatif. Dalam menyusun dan melaksanakan evaluasi hasil pembelajaran pun juga kebanyakan guru tidak menyusun instrumen tes sendiri, melainkan tinggal menggunakan instrumen produk MGMP. Penggunaan media komputer dan internet dalam pembelajaran masih jarang dilakukan. Riset aksi untuk mengembangkan profesinya dalam mengelola pembelajaran jarang sekali dilakukan. Kiranya masih banyak fenomena lain yang mencerminkan masih rendahnya profesionalisme guru.
Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya profesionalisme guru, di antaranya faktor eksternal berupa penghargaan atas prestasi guru yang masih kurang (Raka Joni, 1998). Di samping itu lingkungan eksternal guru, khususnya sekolah dan Dinas Pendidikan setempat masih belum memberdayakan guru secara maksimal, tuntutan administratif lebih diutamakan ketimbang pembinaan profesionalisme guru.
Teramat penting faktor internal guru, yakni kemauan untuk menjadi seorang professional yang masih kurang. kemalasan berinovasi, kemalasan mengembangkan diri melalui autodidact dan riset aksi, serta rendahnya kompetisi berprestasi semuanya itu menjadi sumber internal rendahnya profesionalisme guru. Kebijakan sertifikasi yang memberikan peluang kepada guru untuk diakui sebagai tenaga profesional melalui uji sertifikasi masih direspon keliru oleh guru. Guru lebih tertarik mengakumulasi bukti sertifikat berbagai diklat peningkatan profesionalisme guru yang pernah mereka ikuti guna mendongkrak nilai portofolio mereka daripada menguasai materi diklatnya. Untuk itu berikut diajukan beberapa alternatif upaya meningkatkan profesionalisme guru untuk meningkatkan mutu pendidikan di Negara kita yang hingga kini masih memprihatinkan dibandingkan dengan negera-negara lain di Asia.
B. Rumusan Masalah
Penulisan ini difokuskan pada pertanyaan “siapa sebenarnya guru profesional itu dan bagaimana menjadi guru profesional?”
C. Pembahasan
1. Profil Guru Profesional
Guru merupakan salah satu komponen pendidikan di sekolah yang memiliki peran penting dan strategis. Dikatakan demikian sebab guru tidak hanya mengajar dan mendidik saja, namun sesungguhnya meliputi : (1) guru sebagai pengajar (teacher as instructor); (2) guru sebagai pembimbing (teacher as counsellor); (3) guru sebagai ilmuwan (teacher as scientist); (4) guru sebagai pribadi (teacher as person); (5) guru sebagai penghubung (teacher as communicator); (6) guru sebagai pembaharu (inovator); dan (7) guru sebagai pembangun (teacher as constructor (Adams dan Dickey dalam Hamalik, 2003). Peran guru tersebut menuntut sejumlah kompetensi. Oleh karena itu profesionalisme guru dibangun melalui penguasaan kompetensi-kompetensi yang secara nyata diperlukan dalam menyelesaikan pekerjaan. Kompetensi-kompetensi penting jabatan guru tersebut menurut Purwanto (2002) meliputi: kompetensi bidang substansi atau bidang studi, kompetensi bidang pembelajaran, kompetensi bidang pendidikan, nilai dan bimbingan serta kompetensi bidang hubungan dan pelayanan/pengabdian masyarakat. Kompetensi-kompetensi tersebut kini menjadi standar kompetensi guru yang nota-bone sekaligus menjadi profil guru profesional, yakni sebagai berikut.
1. Memahami landasan dan wawasan pendidikan, meliputi:
a. landasan pendidikan, filosofis, sosilogis, kultural, psikologis, ilmiah dan teknologis;
b. asas-asas pokok pendidikan;
c. aliran-aliran pendidikan;
d. teori belajar;
e. perkembangan peserta didik;
f. pendekatan sistem dalam pendidikan;
g. tujuan pendidikan nasional;
h. kebijakan-kebijakan pendidikan nasional; dan
i. kebijakan pendidikan lokal.
2. Menguasai materi pembelajaran yang menjadi spesifikasinya.
3. Menguasai pengelolaan pembelajaran.
4. Menguasai evaluasi pembelajaran.
5. Memiliki kepribadian, wawasan profesi dan pengembangannya
Di antara sejumlah kompetensi guru tersebut yang paling menjadi sorotan adalah kompetensi dalam pengelolaan pembelajaran, yang berarti guru dituntut mampu menyusun program pembelajaran, serta memilih dan menggunakan media serta metode pembelajaran yang tepat. Guru dituntut mampu berkomunikasi yang dapat memotivasi belajar siswa.
Seiring dengan perubahan teknologi dan informasi, kompetensi pengelolaan pembelajaran tersebut di masa mendatang akan berubah, sebab sekolah di masa depan akan berubah dari format kelas menjadi sekolah bersama dalam satu kota, sekolah bersama dalam satu negara, bahkan bersama di dunia atau sekolah global. Berkat kemajuan teknologi informasi sekolah bersama yang diikuti oleh siswa dalam jumlah besar tersebut dapat terlaksana. Kehadiran secara fisik dalam ruangan yang di sebut kelas tidak lagi menjadi keharusan, yang menjadi keharusan adalah adanya perhatian dan aktivitas secara mandiri terhadap sesuatu persoalan yang disalurkan melalui jaringan telekomunikasi interaktif. Oleh karena itu, sejalan dengan perubahan format belajar klasikal ke belajar bersama secara global tapi mandiri tersebut maka dapat dipastikan bahwa peran guru juga akan berubah.
Guru di masa depan dituntut mengusai dan mampu memanfaatkan teknologi komunikasi dan informasi dan berubah peran menjadi fasilitator yang membelajarkan siswa sampai menemukan sesuatu (scientific curiosity). Selain itu guru harus bersikap demokratis serta menjadi profesional yang mandiri dan otonom. Peran guru seperti itu sejalan dengan era masyarakat madani.
Lebih jauh lagi akibat adanya sinergi dari perkembangan teknologi komunikasi dan informasi serta perubahan masyarakat yang lebih demokratis dan terbuka akan menghasilkan suatu tekanan serta tuntutan terhadap profesionalisme guru dalam mendayagunakan teknologi komunikasi dan informasi tersebut, termasuk dalam hal pertanggungjawaban atau akuntabilitasnya. Sebagaimana profesi-profesi lain, profesi guru adalah profesi yang kompetitif. Oleh karena itu guru harus siap untuk diuji kompetensinya secara berkala untuk menjamin agar kinerjanya tetap memenuhi syarat profesional yang terus berkembang. Kebijakan sertifikasi guru dimaksudkan untuk keperluan ini.
Di masa depan dapat dipastikan bahwa profil kelayakan guru akan ditekankan kepada aspek-aspek kemampuan membelajarkan siswa, dimulai dari menganalisis, merencanakan atau merancang, mengembangkan, mengimplemen-tasikan, dan menilai pembelajaran yang berbasis pada penerapan teknologi pendidikan. Kemampuan-kemampuan yang selama ini harus dikuasai guru juga akan lebih dituntut aktualisasinya, misalnya kemampuannya dalam: (1) merencanakan pembelajaran dan merumuskan tujuan; (2) mengelola kegiatan individu; (3) menggunakan multi metoda dan memanfaatkan media; (4) berkomunikasi interaktif dengan baik; (5) memotivasi dan memberikan respons; (6) melibatkan siswa dalam aktivitas; (7) mengadakan penyesuaian dengan kondisi siswa; (8) melaksanakan dan mengelola pembelajaran; (9) menguasai materi pelajaran; (10) memperbaiki dan mengevaluasi pembelajaran; (11) memberikan bimbingan; berinteraksi dengan sejawat dan bertanggungjawab kepada konstituen; serta (12) mampu melaksanakan penelitian.
Secara spesifik pelaksanaan tugas guru sehari-hari di kelas seperti membuat siswa berkonsentrasi pada tugas, memonitor kelas, mengadakan, penilaian dan seterusnya, harus dilanjutkan dengan aktivitas dan tugas tambahan yang tidak kalah pentingnya seperti membahas persoalan pembelajaran dalam rapat guru, mengkomunikasikan hasil belajar siswa dengan orangtua dan mendiskusikan berbagai persoalan pendidikan dan pembelajaran dengan sejawat. Bahkan secara lebih spesifik guru harus dapat mengelola waktu pembelajaran dalam setiap jam pelajaran secara efektif dan efisien. Untuk dapat mengelola pembelajaran yang efektif dan efisien tersebut, guru harus senantiasa belajar dan meningkatkan keterampilan dasarnya.
Menurut Rosenshine dan Stevens (Purwanto, 2002) ada sembilan keterampilan dasar yang penting dikuasai oleh guru dalam pengelolaan pembelajaran, yakni keterampilan: (1) membuka pembelajaran dengan mereview secara singkat pelajaran terdahulu yang terkait dengan pelajaran yang akan disajikan; (2) menyajikan secara singkat tujuan pembelajaran; (3) menyajikan materi dalam langkah-langkah kecil dan disertai latihannya masing-masing; (4) memberikan penjelasan dan keterangan yang jelas dan detil; (5) memberikan latihan yang berkualitas; (6) mengajukan pertanyaan dan memberi banyak kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan pemahamannya; (7) membimbing siswa menguasai keterampilan atau prosedur baru; (8) memberikan balikan dan koreksi; dan 9) memonitor kemajuan siswa. Selain itu, tentu saja masih ada keterampilan lain yang harus dikuasai guru, misalnya menutup pelajaran dengan baik dengan membuat rangkuman dan memberikan petunjuk tentang tindak lanjut yang harus dilakukan siswa.
Khusus dalam pengelolaan pembelajaran, Usman (2004) mengemukakan bahwa kemampuan guru dalam manajemen pembelajaran paling tidak meliputi: (1) kemampuan dalam menyusun program pembelajaran; (2) kemampuan dalam melaksanakan prosedur pembelajaran; dan (3) kemampuan dalam melaksanakan hubungan antar pribadi dengan siswa.
Kemampuan dalam menyusun program pembelajaran meliputi: (1) penguasaan materi; (2) kemampuan menganalisis materi pelajaran; (3) kemam-puan menyusun program tahunan dan program semester; (4) kemampuan menyusun satuan pelajaran/persiapan mengajar; serta (5) kemampuan menyusun rencana pembelajaran.
Kemampuan menyusun rencana pembelajaran meliputi : (1) kemampuan dalam merencanakan pengelolaan kegiatan pembelajaran; (2) kemampuan dalam merencanakan pengorganisasian bahan pengajaran; (3) kemampuan dalam merencanakan pengelolaan kelas; (4) kemampuan dalam merencanakan penggunaan alat dan metode pembelajaran; dan (5) kemampuan dalam merencanakan penilaian prestasi belajar siswa untuk kepentingan pembelajaran.
Kemampuan guru dalam melaksanakan prosedur pembelajaran meliputi kemampuan: (1) memulai pelajaran; (2) mengelola kegiatan pembelajaran; (2) mengorganisasi waktu, siswa, dan fasilitas belajar; (4) melaksanakan penilaian proses dan hasil pembelajaran; dan (5) mengakhiri pembelajaran.
Kemampuan guru dalam berkomunikasi antar pribadi dengan siswa meliputi: (1) kemampuan dalam membantu mengembangkan sikap positif pada diri siswa; (2) kemampuan dalam menampilkan kegairahan dan kesungguhan dalam kegiatan pembelajaran; dan (3) kemampuan dalam mengelola interaksi perilaku di dalam kelas. Pendeknya banyak hal-hal kecil yang harus diperhatikan dan dikuasai oleh guru sehingga secara kumulatif membentuk suatu keutuhan kemampuan profesional yang bisa ditampilkan dalam bentuk kinerja yang optimal.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diringkas bahwa profil guru profesional adalah guru yang memiliki kompetensi bidang substansi atau bidang studi, kompetensi bidang pembelajaran, kompetensi bidang pendidikan, nilai dan bimbingan serta kompetensi bidang hubungan dan pelayanan/pengabdian masyarakat.
2. Beberapa Alternatif Meningkatkan Profesionalisme Guru
Beberapa alternatif untuk meningkatkan profesionalisme guru dapat dilakukan sebagai berikut.
1. Identifikasi Kompetensi Aktual Profesi Guru
Peningkatan profesionbalisme guru apa pun akan kurang efektif jika tidak didasarkan atas kompetensi aktual guru yang hendak ditingkatkan. Oleh karena itu penyelenggaran diklat harus terlebih dulu memetakan profil aktual kebutuhan kompetensi guru secara individual melalui analisis kebutuhan kompetensi guru. Purwanto (2002) memberikan istilah untuk langkah pertama ini dengan “memahami tuntutan standar profesi guru yang ada.” Memahami yang dimaksud dalam hal ini adalah memahami kebutuhan standar profesi/ kompetensi berdasarkan kinerja aktual guru saat ini. Upaya ini dikenal dengan istilah identifikasi kompetensi aktual profesi guru.
Hasil identifikasi berupa deskripsi kebutuhan kompetensi guru berdasarkan kompetensi dan kinerja aktual profesi keguruan mereka. Hal itu dapat diklasifikasi berdasarkan kesamaan rumpun atau jenis kompetensi untuk memudahkan dalam menyusun program diklat.
Upaya identifikasi tentunya dilakukan oleh lembaga yang berwewenang untuk itu, misalnya Lemdiklat Guru dan Pusat Pendidikan dan Pengembangan Guru (PPPG). Teknik untuk identifikasi dapat dilakukan baik dengan tes maupun non tes yang hal itu dapat dikembangkan lebih lanjut oleh lembaga-lembaga yang memiliki kewenangan untuk itu.
Identifikasi kebutuhan kompetensi guru ini seyogyanya dilakukan kepada semua guru yang dipandang masih potensial untuk dikembangkan. Guru-guru yang mendekati masa MPP dan atau yang berdasarkan pengamatan memang kurang layak/kurang berbakat menjadi guru tidak ada kemauan mengembangkan karir dan profesinya sebagai guru sebaiknya tidak diprioritaskan, disediakan program tersendiri untuk mereka.
2. Pendidikan dan Pelatihan berbasis Kebutuhan Kompetensi Guru
Hasil penelitian Wardani (1998) menunjukkan bahwa keba-nyakan kebutuhan guru akan kompetensi keguruannya terfokus pada dua hal, yakni penguasaan materi pelajaran dan pengelolaan kelas. Oleh karena itu program diklat hendaknya diprioritaskan pada upaya meningkatkan kompetensi guru untuk menguasai materi pelajaran dan mengelola kelas selain berdasarkan hasil identifikasi kebutuhan kompetensi guru sebagaimana dikemukakan di atas.
Pendalaman materi pelajaran dapat dilakukan dengan memberi informasi tambahan kepada guru diikuti dengan diskusi intensif melalui wadah organisasi guru mata pelajaran, yakni MGMP untuk tingkat Kota/Kabupaten dan MGMPS untuk tingkat sekolah. Untuk guru-guru tertentu yang memiliki bakat akademik tinggi kiranya dapat diberi kesempatan dan fasilitas untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi. Guru-guru inilah yang kelak dijadikan pionir membantu guru lainnya dalam meningkatkan pemahaman materi pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya melalui wadah MGMP atau sejenisnya.
Kebutuhan guru akan pengelolaan kelas dapat dipenuhi dengan menyelenggarakan diklat khusus terkait dengan pengelolaan kelas, mulai menyusun program pembelajaran, memilih metode dan media pembelajaran yang tepat, mengelola pembelajaran, membangkitkan motivasi belajar siswa, dan melakukan evaluasi hasil belajar. Selain materi diklat yang harus disesuaikan dengan kebutuhan guru, proses diklat hendaknya disesuaikan dengan materi dan karakteristik peserta diklat. Evaluasi diklat hendaknya tidak hanya dilakukan pada evaluasi proses seperti yang selama ini sering dilakukan, tetapi evaluasi hasil juga harus dilakukan dengan instrumen evaluasi yang dapat dipertanggungjawabkan. Lembaga diklat harus tegas menyatakan tingkat kelulusan peserta diklat berdasarkan hasil evaluasi, jika peserta diklat belum menguasai batas minimal target diklat, sebaiknya dengan tegas tidak diluluskan sehingga menambah motivasi peserta diklat dalam mengikuti proses diklat.
Tidak kalah pentingnya adalah tindak lanjut diklat. Kebanyakan diklat-diklat peningkatan profesionalisme guru selama ini tidak diikuti dengan tindak lanjut secara memadai. Lembaga diklat seolah telah putus hubungan kerjasama dengan lembaga/sekolah tempat peserta diklat bekerja. Hal ini menyebabkan program-program diklat efektivitasnya dipertanyakan, dan terkesan hanya menghabiskan anggaran Pemerintah. Untuk diklat-diklat pemenuhan kebutuhan kompetensi utama guru, seperti pengelolaan program pembelajaran, seharusnya diikuti tindak lanjut pasca diklat. Penyelenggara diklat harus mampu dan siap menjadi nara sumber dan tauladan peserta diklat jika sewaktu-waktu dibutuhkan guru pasca diklat.
3. Meningkatkan Kemampuan dan Minat Baca
Fenomena empiris menunjukkan bahwa minat baca guru sangat kurang. Oleh karena itu Yuwono Sudarsono ketika menjadi Mendiknas memasukkan keterampilan membaca pada kategori kompetensi guru yang pertama (Kompas, 24 Agustus 1998). Kunci pengembangan pengetahuan dan teknologi terletak pada aktivitas membaca. Dalam ajaran Islam pertama kali adalah perintah membaca (iqro’). Diberi fasilitas bacaan apa pun, jika guru kurang mampu dan kurang mau membaca, maka kiranya akan sulit guru tersebut untuk disebut profesional. Sebab, tuntutan profesi guru akan terus berkembang seirama dengan perkembangan tuntutan masyarakat akan kualitas guru. Kendatipun setiap guru diberi fasilitas komputer dan internet jika kemampuan membaca, khususnya referensi berbahasa Inggris lemah, maka kiranya guru akan sulit mengembangkan diri, sulit memahami jurnal-jurnal hasil penelitian yang saat ini mudah didapat melalui internet.
Untuk meningkatkan minat baca di kalangan guru dapat dilakukan dengan menerbitkan jurnal-jurnal, dan buletin-buletin rutin tentang perkembangan profesi keguruan. Guru diberi kesempatan untuk menyusun karya, diberi imbalan setimpal untuk karya yang bagus, dan guru lain diminta untuk memberikan respon atas artikel yang dimuat. Setiap guru diwajibkan memiliki bacaan tersebut.
4. Penelitian Tindakan Kelas
Seperti telah dikemukakan, bahwa tuntutan kompetensi guru selalu berubah seiring dengan tuntutan masyarakat akan kompetensi guru. Siswa dan orang tua siswa adalah individu yang juga terus belajar melalui media yang ada, oleh karena itu mereka bisa menilai bagaimana kinerja gurunya di sekolah. Untuk mengetahui efektivitas pembelajarannya, guru hendaknya membudayakan penelitian tindakan kelas (PTK). Respon siswa terhadap metode dan media pembelajaran yang digunakan akan terlihat jelas jika guru melakukan PTK. Perbedaan efektivitas antar metode dan media pembelajaran juga akan terlihat jelas jika guru melakukan PTK. Metode-metode pembelajaran baru akan dapat diadaptasi guru dengan mudah jika guru mencobanya dalam tindakan kelas melalui PTK. Oleh karena itu Hopkin (1993) dan McNiff (1992) sebagaimana dikemukakan Wardani (1998) mengemukakan bahwa tujuan PTK adalah untuk memperbaiki praktek pendidikan/pembelajaran yang dilakukan guru dan meningkatkan pemahaman guru terhadap praktek itu.
Upaya meningkatkan kompetensi guru dalam melakukan PTK di antaranya selain melalui berbagai diklat PTK, kepala sekolah mewajibkan guru untuk melakukan PTK ini. Untuk itu kepala sekolah harus terlebih dulu kompeten dalam melakukan PTK ini dan siap menjadi tauladan serta sumber informasi bagi guru. Jika kepala sekolah kurang kompeten, kiranya dapat bekerjasama dengan Litbang Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan (LPTK) terdekat. Untuk meningkatkan kegairahan guru melakukan PTK ini seyogyanya Kepala Sekolah dan atau Kepala Dinas Pendidikan setempat memberikan apresiasi atau penghargaan kepada guru-guru yang berhasil melaksanakan PTK. Budaya kompetisi antar guru perlu ditumbuhkan untuk melakukan PTK ini. Kelayakan penelitian guru perlu diuji dalam forum tertentu, misalnya dalam forum MGMP. Karya yang berkualitas dipublikasikan ke jurnal-jurnal pendidikan.
5. Diskusi Ilmiah
Fenomena empiris menunjukkan bahwa diskusi di kalangan guru masih kurang membudaya. Memang, untuk guru-guru SMP dan SMA/K di Kota Sura-baya, diskusi telah diprogramkan dilakukan secara rutin minimal 1 bulan 1 kali dalam pertemuan rutin anggota MGMP yang dilakukan secara bergilir. Untuk diskusi dengan mendatangkan nara sumber diprogramkan minimal 1 tahun 1 kali sertiap akhir tahun pelajaran. Namun, realisasinya untuk diskusi rutin bulanan karena berbagai kesibukan guru dan berbagai keterbatasan pengurus MGMP, jumlah guru yang hadir sangat minim, rata-rata kurang dari 50%. Forum pertemuan rutin yang telah berjalan lebih digunakan untuk media informasi, bukan untuk media diskusi peningkatan kompetensi guru. Kondisi ini menunjukkan bahwa diskusi belum membudaya di kalangan guru. Untuk itu perlu lebih dibudayakan.
Pembudayaan penelitian tindakan kelas (PTK) sebagaimana telah dikemukakan seyogyanya diikuti dengan peningkatan budaya diskusi. Forum MGMP yang selama ini ada merupakan wadah yang tepat untuk itu. Kepala Sekolah dan kepala Dinas Pendidikan setempat tinggal memberikan bantuan yang diperlukan. Agar lebih termotivasi, hendaknya aktivitas diskusi guru-guru tersebut mendapatkan penghargaan Dinas Pendidikan, minimal berupa sertifikat yang hal itu diperlukan untuk akumulasi poin angka kredit guna mempermudah kenaikan pangkat guru.
6. Meningkatkan Hubungan Kesejawatan
Upaya membangun hubungan kesejawatan yang baik dan luas dapat dilakukan guru dengan membina jaringan kerja atau networking. Guru harus berusaha mengetahui apa yang telah dilakukan oleh sejawatnya yang sukses sehingga bisa belajar untuk mencapai sukses yang sama atau bahkan bisa lebih baik lagi. Melalui networking guru memperoleh akses terhadap inovasi-inovasi di bidang profesinya. Forum MGMP merupakan wadah yang tepat untuk ini.
Networking bisa juga dibina melalui jaringan kerja yang lebih luas dengan menggunakan teknologi komunikasi dan informasi, misalnya melalui korenspondensi dan mungkin melalui internet untuk skala yang lebih luas. Apabila korespondensi atau penggunaan internet ini dapat dilakukan secara intensif akan dapat diperoleh kiat-kiat menjalankan profesi dari sejawat guru di seluruh dunia. Pada dasarnya networking/jaringan kerja ini dapat dibangun sesuai situasi dan kondisi serta budaya setempat.
7. Membangun Etos Kerja Guru
Upaya membangun etos kerja atau budaya kerja difokuskan pada peningkatan pelayanan bermutu tinggi kepada konstituen (siswa, orang tua dan sekolah). Hal ini saat ini merupakan suatu keharusan. Semua bidang dituntut untuk memberikan pelayanan prima. Guru pun harus memberikan pelayanan prima kepada konstituennya yaitu siswa, orangtua dan sekolah sebagai stakeholder. Terlebih lagi pelayanan pendidikan adalah termasuk pelayanan publik yang didanai, diadakan, dikontrol oleh dan untuk kepentingan publik. Oleh karena itu guru harus mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada publik.

1 komentar:

  1. Blog dan artikelnya bagus juga, komentar juga ya di blog saya www.when-who-what.com

    BalasHapus